Saturday, March 5, 2011

Harga dari Pendidikan



Kamu tahu, harga dari pendidikan? 

Seorang supir angkutan kota jurusan Johar-Banyumanik tak bisa menahan tawa saat melihat sebuah spanduk yang bertuliskan: Sekolah Gratis!

"Wah, sekolah gratis", ujarnya

"Ah, kalau cuma sekolahnya saja yang gratis, tetapi buku, seragam dan lain-lain masih bayar ya itu namanya gak gratis," timpal sang kernet. [kondektur, pen.]

"Sekolah gak perlu tinggi-tinggi, Mbak," tambah kernet sambil memalingkan sedikit wajahnya kepadaku.

Aku sempat tertegun. Bapak itu ngomong ke siapa? Di angkot itu hanya ada enam penumpang. Tiga di antaranya berseragam SMA, lalu sisanya saya, Ibu, dan seorang bapak setengah baya. Apakah Bapak kernet tadi butuh balasan atas pernyataannya?


Oh ya? Sekolah gak perlu tinggi-tinggi? Kalau sekolah gak penting, kenapa ada beberapa orang tua yang susah payah membanting tulang hanya untuk melihat anaknya mengeyam pendidikan dengan jenjang yang lebih tinggi daripada mereka?

Seberapa penting sih pendidikan dalam kehidupan kita? Apakah pendidikan hanya bisa ditempuh melalui jalur formal? Lalu bagaimana dengan mereka yang tak beruntung mengecap pendidikan formal? Apakah mereka dianggap tersisihkan?

Saya sedikit diingatkan bahwa pendidikan tinggi atau jenjang perkuliahan adalah suatu 'kemewahan', karena tak semua orang bisa mendapatkannya. Tapi saya juga malu dengan status lulusan strata 1. Kenapa malu? Ya, saya malu kalau tidak bisa memanfaatkan ilmu yang saya peroleh demi kebaikan. Hmmm.... Yah, kebaikan, setidaknya untuk diri sendiri lah atau malah kalau bisa untuk keluarga, bangsa, dan Negara *ah, mulai terdengar heroik*. Kalau ternyata ilmu yang saya dapat selama ini tak dapat menjadikan saya terhindar dari 'keburukan', maka ilmu itu terasa tak berguna. Eh, tunggu dulu. Kebaikan dan keburukan yang dipersepsi seseorang bisa berbeda dengan orang lain. Bukankah setiap orang memiliki value yang bersifat individual dan komunal?

Saya telah melihat sebagian dari anak-anak muda yang beruntung mendapatkan 'kemewahan' dalam ilmu, tapi kemana mereka (kami?) sekarang? Dimana posisi kita sekarang dalam perkembangan jaman? Apakah 'kemewahan' yang telah kita dapat telah membuat kita lebih maju dalam memberikan manfaat dibandingkan dengan mereka yang kurang beruntung?

Jika untuk mendapatkan pendidikan dasar saja sulit, lalu seperti apakah Negara kita dalam kurun waktu 20 tahun ke depan? Bagaimana wajah peradaban kita?

Ah....

Maafkan saya Pak Supir & Pak Kernet, saya tidak bisa menjawab pertanyaan berapa harga dari pendidikan. Tapi saya tahu satu hal, bahwa air mata saja tidak dapat membayar pendidikan.

3 comments:

  1. Pengetahuan itu gratis, pendidikan itu butuh biaya, dan sekolah memang mahal.

    Manusia berusaha mengobservasi semesta, lewat indera yang ada di tubuhnya. Mereka mengembangkan mekanisme untuk bertahan hidup, dan mempertahankan kehidupan antar generasi, lalu menurunkan hasil observasi itu, ke generasi di bawahnya. Hasil observasi itu, disebut dengan pengetahuan ( knowledge).

    Awalnya, transfer pengetahuan itu lewat mekanisme oral (percakapan), di sini, pengetahuan menjadi milik sebagian kecil manusia, yang mendapatkannya dari orang tuanya, dan atau lingkungan terdekatnya. Lalu manusia menemukan tulisan, kemudian manusia melakukan inovasi mekanisme transfer itu, lewat literal ( tulisan).

    Manusia mulai menuliskan pengetahuannya di media tulis, tiba- tiba pengetahuan menjadi mudah diakses, diturunkan antar generasi, serta dikembangkan oleh tiap generasi, terus menerus. Di sini titik dimulainya sejarah manusia, yaitu ketika manusia mulai menampilkan pengetahuan, lewat tulisan.

    Lewat tulisan, pengetahuan menjadi mudah diakses, digandakan, dikembangkan, serta dipadukan antar disiplin pengetahuan, untuk dibuat wujud yang lebih bisa dirasakan manfaatnya.

    Pengetahuan ( knowledge), adalah benda mati, berupa alat, yang bebas dimanfaatkan oleh manusia yang memegangnya. Manusia bisa jadi menggunakan pengetahuan itu, untuk motif konstruktif, maupun destruktif, semua terserah ke manusia yang memegangnya.

    Manusia tidak cuma menurunkan pengetahuan ke generasi di bawahnya, tetapi juga cara untuk mengendalikan pengetahuan itu, yang disebutnya dengan pendidikan. Pendidikan ( Education), berusaha untuk melakukan transfer dari satu manusia ke manusia lain, bagaimana cara bersikap untuk mengendalikan dan mengembangkan pengetahuan, sambil memanusiakan manusia, antar generasi.

    Ketika tantangan zaman semakin kompleks, manusia membangun persaingan antar kelompok, maka pengetahuan dan pendidikan juga terus berkembang antar generasi. Manusia mulai membangun lembaga, untuk menjaga kualitas transfer pengetahuan dan pendidikan, dalam bentuk yang lebih formal, disebutnya dengan sekolah ( school).

    Sekolah berusaha menjamin proses moderasi, pengembangan, transfer, dan aplikasi dua hal tadi : pengetahuan dan pendidikan, dari satu manusia ke manusia lain, antar generasi.

    Sekolah yang bersifat formal, tentunya bisa menjadi media tempat berkumpulnya pengetahuan dan pendidikan, namun jika dikembalikan dari awal, bahwa pengetahuan itu lahir dari hasil observasi, dan pendidikan adalah metode untuk memanusiakan manusia lewat pengetahuan, maka sekolah itu ada dalam format yang lebih luas : kehidupan manusia itu sendiri.

    Lulus atau tidaknya, nanti kita tanyakan langsung kepada yang menciptakan kehidupan itu sendiri :)

    ReplyDelete
  2. Wow, komen yang panjang sekali, Kak Galih :D

    [Pengetahuan itu gratis, pendidikan itu butuh biaya, dan sekolah memang mahal.]

    Biaya untuk pendidikan, dalam hemat saya, tidak hanya mencakup lingkup finansial semata, tetapi juga bisa berupa waktu, upaya, kesempatan dan kebermanfaatan.

    Buat saya, pendidikan & pengetahuan itu jika ditilik dari segi finansial, bersifat relatif. Relatif dalam artian setiap orang punya ukuran 'mahal' yang berbeda antara satu dengan yang lain. Secara umum, saya bilang pendidikan itu mahal karena ia juga membutuhkan waktu untuk dicerna; butuh upaya untuk diraih; akses yang terkadang tidak mudah dan tidak semua orang dapat memanfaatkan pendidikan & pengetahuan secara optimal.

    [Pengetahuan ( knowledge), adalah benda mati, berupa alat, yang bebas dimanfaatkan oleh manusia yang memegangnya. Manusia bisa jadi menggunakan pengetahuan itu, untuk motif konstruktif, maupun destruktif, semua terserah ke manusia yang memegangnya.]

    Saya setuju dengan pernyataan bahwa pengetahuan adalah alat, akan tetapi masyarakat kita secara umum belum dapat mengkategorikan ilmu/pengetahuan sebagai sebuah 'senjata' yang digunakan untuk 'berperang'. Berperang melawan siapa/apa? Yah, tergantung persepsi mereka juga.

    [Manusia mulai membangun lembaga, untuk menjaga kualitas transfer pengetahuan dan pendidikan, dalam bentuk yang lebih formal, disebutnya dengan sekolah ( school)]

    Lalu, bagaimana dengan pendapat bahwa Ibu adalah sekolah yang pertama? Yang saya tangkap dari pernyataan bahwa Ibu adalah sekolah yang pertama, maka para Ibu dan calon Ibu seharusnya mendapatkan pengetahuan dan pendidikan yang layak. Tapi, berapa banyak sekolah yang mengajarkan cara menjadi Ibu yang baik?

    ReplyDelete
  3. [Lalu, bagaimana dengan pendapat bahwa Ibu adalah sekolah yang pertama? Yang saya tangkap dari pernyataan bahwa Ibu adalah sekolah yang pertama, maka para Ibu dan calon Ibu seharusnya mendapatkan pengetahuan dan pendidikan yang layak.]

    Itu nasehat, bukan pendapat. Dan iya, saya sepakat dengan nasehat itu.

    ReplyDelete