Friday, January 27, 2012

Ini Soal Selera :D

Bukan, ini bukan tagline dari rokok yang terkenal itu.

Hanya ingin mengatakan bahwa selera itu area bebas rasio. Tak ada penjelasan mengapa saya menyukai kerumitan sedangkan mereka menghendaki kesederhanaan.



Suka saja

Selera saja

Tak butuh penjelasan

Titik

That's Called Disease

Jealousy is a disease, love is a healthy condition. The immature mind often mistakes one for the other, or assumes that the greater the love, the greater the jealousy -- in fact, they're almost incompatible; one emotion hardly leaves room for the other. Both at once can produce unbearable turmoil...[Robert Heinlein, American sci-fi writer]

Tuesday, January 3, 2012

Mereka Diusir Karena Dianggap Menular......

Beberapa anak asuh di Panti Asuhan Al Rifdah. Karena lumpuh, mereka hanya bisa bermain di lantai
"Kami pindah dari lokasi kami sebelumnya, karena warganya menolak anak-anak cacat ini. Mereka menganggap bahwa cacat itu menular dan mereka malu memiliki tetangga yang cacat", ujar Ibu Rachma, ketua panti asuhan Al Rifdah.
Ibu Rachma beserta keluarganya, selama beberapa tahun ini mengembangkan sebuah panti asuhan cacat ganda. Awalnya, mereka berlokasi di daerah sekitar Bangetayu, Semarang. Kemudian, timbullah permasalahan keberatan warga atas keberadaan panti asuhan tersebut, karena dianggap menular. Bahkan, salah satu petinggi di kawasan tersebut mendukung gerakan warga untuk mengusir panti asuhan Al Rifdah.

"Saya sudah meminta keringanan kepada Beliau untuk memberi waktu pemidahan lokasi selama satu tahun. Tapi Beliau menolak, bahkan hanya memberi tenggat enam bulan.", lanjut wanita yang juga berprofesi sebagai guru di sekolah swasta ini.

Miris sekali rasanya mendengar ada orang-orang yang tega mengusir anak-anak ini karena dianggap menular....

Pada saat ini, panti asuhan dengan 17 anak asuh tersebut telah menempati bangunan di Jl Tlogomulyo, Pedurungan, Semarang. Tanah tersebut dibeli dengan cara dicicil menggunakan dana pribadi Ibu Rachma sekeluarga. Untuk kebutuhan operasionalnya, mereka menggunakan dana pribadi; bantuan donatur; dan bantuan dari Dinas Sosial. Khusus dari Dinas Sosial, mereka mendapat Rp 1500/anak/hari untuk keperluan makan. Padahal, kebutuhan mereka akan makanan sangat besar. Sewaktu datang ke panti asuhan Al Rifdah, saya melihat seorang anak tuna netra sedari lahir yang sedang makan bubur nasi bercampur pisang. Porsinya relatif besar, hampir setara dengan orang dewasa.


Seorang anak yang lumpuh, bisu & cacat mental

Uut, anak asuh panti asuhan Al Rifdah yang tak mampu berdiri dengan tegak

"Mereka makannya, memang banyak, Mbak.", begitu jawab Ibu Rachma saat melihat keheranan saya.

Anak-anak dari panti asuhan Al Rifdah mempunyai ceritanya masing-masing. Hanya tiga di antara mereka yang masih memiliki orang tua. Sedangkan sisanya di dapatkan dari razia satpol PP di jalanan; ada yang ditinggalkan orang tuanya di RS karena tidak mau menerima kondisi anaknya yang cacat; dan ada juga yang memang sengaja dititipkan di panti asuhan tersebut oleh orang tuanya. Kondisi mereka cacat ganda, secara fisik maupun mental.

Secara berkala, anak-anak tersebut mendapatkan kunjungan dari dokter di Puskesmas. Harapan saya, mungkin suatu saat ada sekelompok dokter muda yang dengan senang hati memeriksa kesehatan anak-anak asuh cacat ganda tersebut. Kenapa harus dokter muda? Supaya mengasah jiwa sosial mereka sedari awal.