Wednesday, June 15, 2011

Membedah Fenomena GR





Girls are taught a lot of stuff growing up. If a guy punches you he likes you. Never try to trim your own bangs and someday you will meet a wonderful guy and get your very own happy ending. Every movie we see, Every story we're told implores us to wait for it, the third act twist, the unexpected declaration of love, the exception to the rule. But sometimes we're so focused on finding our happy ending we don't learn how to read the signs. How to tell from the ones who want us and the ones who don't, the ones who will stay and the ones who will leave.


Kalimat di atas merupakan cuplikan dari film He's Just Not That Into You. Dalam film itu, tampaknya para gadis seringkali mengalami GR. Gedhe rumangsa atau yang sering disingkat dengan GR, menurut Mbak Nina Muriza, merupakan suatu kejadian dimana seseorang  merasa tersanjung yang tidak pada tempatnya; merasa penting atau terlalu percaya diri bahkan salah paham; bisa juga berarti perasaan senang dalam jumlah besar (gede=besar) atau berlebihan. GR adalah kata sifat. Dari kata ini kemudian timbul kata benda ke-GR-an. 


Berdasarkan pengamatan dan pengalaman, GR tidak mengenal gender dan tidak hanya terbatas dalam konteks percintaan saja. Sebagai contoh, salah satu anggota parpol yang merasa telah berjasa besar bagi partainya dan merasa pantas untuk dijadikan ketua umum parpol. Padahal, anggota yang lain tidak berpikiran demikian. Hal tersebut bisa saya kategorikan dengan GR.