Tuesday, March 19, 2013

Mempertanyakan Keimanan

"Membaca atau mengucap syahadat sungguh berbeda dari mengalami syahadat. Syahadat bukanlah bacaan & pengalaman syahadat bukan sekadar pembacaan" [Candra Malik]
Menyatakan bentuk keimanan terhadap Deity dan menerjemahkannya dalam tindakan non verbal adalah dua hal yang berbeda. Syahadat, begitu muslim mengenalnya, terdiri dari dua pernyataan. Bagian pertama menyatakan tiada tuhan selain Tuhan. Bagian kedua menyatakan pembenaran bahwa ada manusia bernama Muhammad, merupakan utusan Tuhan.

Selama beberapa tahun terakhir, syahadat bukanlah hal yang sederhana bagi saya. Ini merupakan sesuatu yang rumit. Melibatkan pembuktian kebenaran kedua pernyataan tersebut, yang sayangnya tak semudah diucapkan. Mengingatkan pada pelajaran Introduction to Mathematical Thinking dari Prof Keith Devlin, bahwa pernyataan tersebut bersifat shahih dengan syarat. Pernyataan dengan kata sambung DAN bernilai shahih jika keduanya benar. CMIIW

Dalam sehari, seorang muslim diharapkan setidaknya mengucapkan syahadat sebanyak 10 kali, di dalam shalat wajib. Menegakkan shalat, begitu katanya. Tafsiran manusia, khususnya muslim, terhadap penegakkan shalat pun bisa jadi beragam. Jika shalat hanyalah ritual, maka syahadat tak ubahnya ucapan sehari-hari tanpa makna.

Saya meyakini ada kekuatan besar yang mengatur alam semesta ini dengan sempurna. Kebanyakan manusia melabelnya dengan Tuhan. Lalu, sejauh mana usaha manusia dalam mengenal Tuhan dan 'menjadikannya' Tuhan? Beberapa orang dengan berani mengklaim bahwa Tuhan menginginkan begini dan begitu. Bahwa tafsiran mereka akan Tuhan adalah yang paling benar dan terbaik. Bagaimana bisa mengklaim kebenaran jika mereka tidak mengkonfirmasikannya langsung terhadap Tuhan?

Setiap homo sapiens memiliki 'Tuhan'. Bergantung pada definisi dan konsep yang ia miliki. Atheis tak punya 'Tuhan'? Bisa jadi mereka menuhankan pemikiran mereka sendiri. Jadi, ketika membaca tulisan 'Tuhan' tafsirannya bisa sangat beragam.

Ketika seseorang mengakui adanya kekuatan Maha Besar bernama Tuhan, apakah otomatis ia menuhankan-Nya? Menuhankan dan menyekutukan Tuhan itu batasnya sangat tipis. Bisa jadi tanpa sadar kita menuhankan tafsiran kita sendiri akan Tuhan dan ayat. Kebanyakan manusia jaman modern seolah tak bisa hidup tanpa uang. Sehingga seolah seluruh hidupnya akan ditentukan oleh benda bernama uang--Padahal sistem uang merupakan sistem yang dibuat oleh manusia sendiri.-- Berapa banyak manusia yang menjalan ritual ibadah tapi masih memiliki kesedihan akan masa lalu dan kekhawatiran akan masa depan? Sehingga seolah tak percaya bahwa ada Tuhan yang akan memberikan yang terbaik --tergantung tafsiranmu akan solusi terbaik juga :) --