Saturday, December 27, 2014

Banda Neira - Hujan Di Mimpi







Saya sedang menggemari band indie Indonesia, diantaranya Banda Neira; Tetangga Pak Gesang; maupun Angsa & Serigala. Lagu-lagu mereka nyaman didengarkan ketika hujan sedang turun. Hihihi. Maju terus musik Indonesia :)


Friday, December 26, 2014

Tung Itung Itung Itung

One day,

Me: " Mas, kenapa ya (sebagian) manusia-manusia pintar itu tak mampu melepaskan jerat dari hutang konsumsi? Padahal, akuntansi itu kan seperti hitungan matematika sederhana. Menghitung masuk berapa, keluar berapa. Mereka ngerjain soal statistik yang canggih aja bisa. But whyyyyyyy......?"

Dearest: "Karena akuntansi melibatkan faktor emosional, subjektif. Tak seperti matematika yang objektif"

Wednesday, December 17, 2014

Kesinambungan

At Buddha Tooth Relic Temple & Museum

Beberapa waktu lalu, saya berdiskusi dengan seorang penganut Buddha tentang qi; cara menyalurkannya; apa yang harus dilakukan ketika bertemu dengan makhluk dimensi yang berbeda; serta bagaimana menerima diri. Saya tak berniat menuliskan detil ceritanya di blog ini, hehehe. Mungkin hanya sebagian kecil saja. Salah satunya ketika ia mengingatkan saya tentang fungsi dan kapan waktu yang tepat membaca "sabbe satta bhavantu sukhitatta", penggalan kalimat dari Karaniya Metta Sutta yang saya sukai. 

Secara umum, saya menaruh hormat kepada ajaran Buddha. Terutama ketika ia mengajarkan untuk mengenali diri sendiri. Ajaran ini sejalan dengan hadits "Barang siapa mengenal (nafs) dirinya, maka dia mengenal Tuhannya" maupun ideologi utama dari bela diri yang sedang saya geluti.

Saya bersyukur Tuhan masih mengizinkan saya bertemu dengan mereka yang tekun mengenali diri mereka, yang bukan hanya sekedar lewat kata maupun tulisan.

Monday, August 4, 2014

New Crush: Nick Baker


Meet Nick Baker. Wajah yang sedikit mirip dengan Josh Duhamel ini tak asing bagi pemirsa channel Animal Planet. Alumni University of Exeter ini sudah mencintai binatang sedari kecil. Pria kelahiran 22 April 1972 ini karyanya banyak. Mulai dari co founder klub serangga di universitasnya dahulu; kontributor beberapa majalah; menulis delapan buku; mengajarkan anak-anak sekolah untuk mencintai binatang serta terlibat dalam proyek pembuatan peralatan pengawasan binatang. Brainy hunk, huh? Plus, dulu dia anggota band. Sweeeeeet! Hahahaha.

Wednesday, July 23, 2014

Heaven & Hell

Saya tak mengerti mengapa sebagian manusia menghabiskan waktu mereka berdebat tentang persyaratan masuk surga & neraka. Tak mengerti karena yang berdebat, sama-sama masih hidup di dunia fana, namun melakukan klaim bahwa pandangan mereka terhadap topik tersebut adalah yang paling benar. 

Tuesday, July 15, 2014

Resep: Ikan Dori Saus Tiram

Bahan:

350 gram ikan dori
3 sdm tepung bumbu KOBE
20 gram paprika hijau
15 gram brokoli
20 gram wortel, iris korek api
4 sdm saus tiram
1 sdt teh kecap ikan
1 sdt garam
1 sdm maizena, larutkan dengan air hangat
3 sdm minyak kedelai untuk menumis (bisa diganti dengan minyak goreng biasa)
Minyak kedelai secukupnya untuk menggoreng ikan
Air

Tuesday, May 20, 2014

Sanity

Kadang, saya mempertanyakan, "Realita itu apa?" Bukan hendak membicarakan hal filosofis. Bukan.... 

Sejak saya kecil, saya sering mendengar apa yang tak orang lain bisa dengar. Terkadang, melihat apa yang tak orang lain lihat. Maka, saya bertanya, "Realita itu apa?"

Kalau saya bisa merasakan sesuatu yang tak dirasakan orang lain, apakah itu artinya saya bermimpi? Apakah itu hanya imajinasi saja? Atau mungkin saya sudah gila? 

Beberapa orang akan mengiyakan jawaban pertanyaan terakhir. Saya sudah menjalani pemeriksaan CT scan beberapa kali. Tak ditemukan kerusakan atau keanehan pada otak saya.

Wednesday, April 23, 2014

Enchanting Karaniya Metta Sutta



Dalam menjalankan hidup, untuk alasan tertentu, saya membutuhkan perasaan yang netral. Netral dalam artian tidak merasa terlalu sedih maupun terlalu senang. Terlalu sedih maupun senang dapat melenakan, sedangkan saya butuh eling lan waspada setiap saat. Perasaan yang netral peluangnya lebih besar didapatkan saat pikiran tenang. 

Salah satu cara terbaru yang saya uji dalam menetralkan emosi negatif adalah melafalkan Karaniya Metta Sutta serta membaca artinya. Karaniya Metta Sutta adalah ajaran kasih sayang Buddha. I'm not a buddhist, yet I do love this Karaniya Metta Sutta. Berikut ini adalah lirik beserta terjemahan bahasa Inggrisnya:


1
Karaniyam atthakusalena
Yan tam santam padam abhisamecca
Sakko uju ca suju ca
Suvaco c'assa mudu anatimani

This is what should be done
By one who is skilled in goodness
Having glimpsed the state of perfect peace,
Let them be able, honest and upright,
Gentle in speech, meek and not proud.

Friday, March 28, 2014

Resensi Buku: Babad Tanah Jawi versi Olthof



Sebenarnya, buku ini sudah lama teronggok di sudut laci saya. Sempat membaca beberapa halaman awal, tiga tahun lalu. Lalu segera menyerah karena menganggapnya sebagai sebuah buku mitologi tebal. 


"Ini sungguh buku yang tak masuk akal..", keluh saya beberapa tahun yang lalu.


Kesimpulan tersebut rupanya terlalu dini. Saya lupa bahwa persepsi & pengalaman pembaca, sangat berperan dalam pengambilan kesimpulan. Tiga tahun terlewati. Banyak hal terjadi. Bisa saja-- saya tegaskan sekali lagi--, bisa saja, sesuatu yang dianggap tak masuk akal saat itu, karena pemikirnya tak menemui peristiwa yang terkait apa yang dibaca atau didengarnya. 


Ada banyak hal --ternyata-- yang menarik dari buku ini. Babad Tanah Jawi (BTJ) membahas banyak hal. Mulai dari genealogi manusia Jawa; sistem keuangan & valuta yang berlaku saat itu; alasan di balik peperangan yang tak selalu heroik; teknologi persenjataan; dan masih banyak lagi. 


Ditilik dari terminologi yang digunakan untuk menggambarkan jalur keturunan Nabi Adam hingga raja-raja di Jawa. Diantara mereka, terdapat Batara Guru, Batara Brahma dll. Terminologi Nabi & Dewa dalam satu jalur genealogi/keturunan. Menarik sekali. 

Awalnya, saya terjebak pada tahun yang dituliskan di buku. Saya kira menggunakan perhitungan tahun Masehi. Ternyata perhitungan tahunnya lebih cocok dengan hitungan kalender Jawa, yang berjarak 78-79 tahun lebih lambat dari Masehi. Sistem keuangan saat itu, banyak menyebutkan penggunaan uang real. Untuk gambaran sekilas, bisa menengok di web wakala




Kerajaan merupakan perusahaan keluarga. Jika daerah operasionalnya besar, akan menimbulkan banyak tantangan dalam pengawasannya. Butuh berapa lama untuk memberikan laporan dengan menaiki kuda? Sebagai upaya untuk mempertahankan aset, maka salah satu yang ditempuh adalah mengatur tali pernikahan. Apakah pernikahan tersebut dilandasi cinta --bweh, bahasanya bikin mual-- atau tidak merupakan persoalan lain. Dengan memastikan bahwa aset akan diteruskan dalam garis keluarga sendiri, maka incumbent akan lebih tenang dan legowo. 

Perang yang terjadi, kebanyakan dipicu o/ rebutan aset & sumber daya. Aset yang diincar terutama adalah tanah. Segala sesuatu yang ada di atas tanah tersebut (sumber daya), secara otomatis menjadi milik Raja. Bahkan warga diharuskan untuk membayar pajak, karena telah 'diijinkan' Raja untuk memperoleh kehidupan disitu. Ini mengingatkan pada kisah para Brahmin maupun kerajaan2 lain di dunia, seperti yang disebutkan dalam buku David Graeber. Berjudul Debt: The First 5,000 Years. Hubungi penulis blog jika membutuhkan buku tersebut.  





Tuesday, March 18, 2014

Sawang Sinawang

Exposing your life on public, leads to disaster. Berbagi foto keluarga atau menceritakan kisah personal di social media, mungkin tampak sepele bagi beberapa orang. Terutama, wanita-wanita yang sedang dilanda euforia karena bertambahnya anggota keluarga.

Dulu, saya termasuk santai saja memasang foto keluarga di social media. Tapi ini berubah sejak beberapa hari yang lalu. Sebuah telp masuk ke nomor hape saya, dan menyebutkan nama asli Ayah saya dengan jelas. Ini aneh karena 1. Nomor hape terbaru saya hanya diketahui segelintir orang. 2. Diantara yang mengetahui nomor hape tersebut, sangatlah sedikit yang mengetahui nama Ayah saya. Kalau itu urusan pekerjaan dengan Ayah, kenapa juga mencari ke hape saya?

You may call it over reacting. Tapi ini membuat saya berpikir. Mungkin ada yang salah dengan mempertontonkan kehidupan personal dan keluarga saya di publik. Meskipun saya tak pernah menyebutkan nama kedua orang tua di socmed, tapi saya telah berbuat salah karena memajang foto mereka. Maka, saya memutuskan untuk menghapus foto-foto mereka. Demi keamanan.

Peluang konflik antar manusia, sebanding dengan intensitas komunikasi dan jumlah populasi dalam suatu wilayah. Kini, wilayah-wilayah di dunia nyata semakin dikaburkan dengan adanya internet. Social media memungkinkan kita untuk berinteraksi dengan siapa saja, dimana saja. Anda akan kebanjiran data. Bahkan tahu ketika seorang istri kecewa dengan suami yang hobi keluyuran. Atau Ibu Darti (bukan nama sebenarnya) yang baru saja membeli sebuah rumah karena ia mengunggahnya ke social media. Mengundang orang lain untuk melihat dan berkomentar.

Tuesday, March 11, 2014

Earworm




Kalau aku bisa mendeskripsikan bagaimana rasanya jatuh cinta, maka aku akan memilih lagu ini. "Untuk Perempuan yang Sedang Dalam Pelukan", oleh Payung Teduh. Bukan liriknya yang mampu mengantarkan pemahaman tersebut, tapi lebih kepada melodinya. Seolah ada perasaan membius yang susah dijelaskan, tiap mendengarnya.

Aku terlambat untuk mengenal Payung Teduh. Tak semua lagunya cocok dengan selera pribadiku. Beberapa terasa terlalu melankolik. Tapi lagu ini punya tempat tersendiri di pikiran. Bahkan butuh diputar berkali-kali dalam satu waktu untuk menggaruk telinga agar terbebas dari "earworm" ini.

Lelaki bermata badam favoritku berceletuk, "Mungkin Payung Teduh berdzikir dahulu sebelum menciptakan lagu-lagu mereka. Sehingga bisa terasa sangat syahdu." Lalu, mungkin saja setelah postingan ini di-publish, saya akan sedikit menyesalinya. Mengapa? Karena mengungkapkan emosi melankolik, di tempat publik, termasuk aib. Setidaknya untuk akhir-akhir ini, menurut standard pribadi. Ah, terserahlah.

Friday, January 10, 2014

Mengaji yang Bagaimana?



Sebuah program membaca satu juz per hari sedang ramai bersliweran di homepage media sosial saya. Penyebab utamanya, kebanyakan jaringan saya di media tersebut diisi oleh "orang-orang masjid". Jauh sebelum program ini muncul di medsos, saya pernah mencobanya.

Membaca Qur'an sehari satu juz, memang memberikan orientasi. Setidaknya, meminjam istilah pacar, "kita itu menunggu mati dengan melakukan berbagai kegiatan". Memang hal tersebut menjauhkan dari TV atau berkomunikasi remeh temeh dengan manusia lain. Akan tetapi, ada yang terasa hilang dalam prosesnya.

Ketika berorientasi mengejar target satu juz, rasanya seperti terburu-buru. Saya lupa menikmati proses membacanya. Hal ini diperparah karena waktu itu, saya tak mengecek maknanya. Makna, bukan terjemahan.

Bahasa Qur'an merupakan bahasa langit. Terjemahannya pun, terasa seperti bahasa alien. Dibutuhkan usaha untuk membumikannya dalam versi yang dapat saya pahami dan jalankan. Melalui situs seperti qorpus quran; Lane's Lexicon; kamus dari Al Balqa Applied University memudahkan saya dalam melihat Qur'an dari sisi yang berbeda.

Metode yang saya gunakan adalah mencari kata kunci dari permasalahan yang dihadapi. Kata kunci itu digunakan sebagai pedoman dalam pencarian ayat serta akar kata dari kata-kata penyusun ayat. Saya lebih suka metode ini dibandingkan membaca seabrek ayat dengan target tertentu tapi tak paham maknanya, yang seakan terasa seperti merapal mantra.