Wednesday, January 5, 2011

Lessons Learned From Al Baqarah 1-20 (Taken From Al Mishbah)



Assalaamu'alaykum, Sahabat! Di note kali ini saya mau berbagi ilmu yang saya dapatkan dari tafsir Al Mishbah untuk QS Al Baqarah 1-20. Semoga bermanfaat :D

***

Ayat 1:

Bukti bahwa Al Qur'an tidak dapat dibaca tanpa bantuan pengajar, karena surah Al Fil atau Quraisy dimulai dengan huruf penyusun yang sama dengan ayat pembuka Al Baqarah tapi dibaca berbeda.

Ayat 2:

Al Qur'an merupakan kitab yang sangat sempurna kandungannya dan berfungsi sebagai petunjuk bagi seluruh manusia, meskipun yang menarik manfaatnya hanyalah orang-orang yang bertakwa.


Al Qur'an tidak melarang keraguan yang mendorong seseorang untuk berpikir positif. Selain itu, ia juga memberi tempat bagi tandatanya yang boleh jadi muncul dalam benak seseorang tentang sumber dan kandungan Al Qur'an.

Orang yang bertakwa adalah orang yang menhindar. Ada tiga tingkat penghindaran yang dicakup ayat ini, yaitu:

1. Menghindar dari kekufuran dengan jalan beriman kepada Allah
2. Berupaya melaksanakan perintah Allah sepanjang kemampuan yang dimiliki dan menjauhi larangan-Nya.
3. Menghindar dari segala aktivitas yang menjauhkan pikiran dari Allah swt.

Barang siapa ingin mendapatkan hidayah Al Qur'an hendaklah ia datang menenuinya dengan hati yang bersih, tulus, takut lagi bertakwa. (Sayyid Quthub)

Ayat 3-5:

Sebagian sifat orang bertakwa adalah: 1) Percaya kepada yang gaib, yang puncaknya adalah beriman kepada Allah 2) Melaksanakan shalat secara berkesinambungan dan sesuai dengan rukun dan syaratnya serta khusyuk 3) Menafkahkan sebagian rezeki yang telah dianugerahkan baik harta maupun selainnya baik bersifat wajib maupun sunnah 4) Beriman kepada Al Qur'an dengan jalan membenarkan semua kandungannya dan meyakini bahwa yang menurunkan adalah Allah swt 5) Percaya kepada wahyu-wahyu Ilahi yang telah diturunkan sebelumnya 6) Meyakini kehidupan akhirat.

Orang yang memiliki sifat-sifat tersebut berada di atas petunjuk dari TUhan Pemelihara dan Pambimbing mereka dan mareka adalah orang-orang yang benar-benar beruntung.

Banyak hal gaib bagi manusia dan tingkatnya pun beragam. Yang dimaksud ayat ini adalah hal gaib yang diinformasikan oleh Al Qur'an dan Sunnah. Dari kedua sumber ajaran Islam tersebut diketahui bahwa ada gaib yang mutlak, yaitu yang tidak dapat terungkap sama sekali dan ada juga gaib yang relatif.

Jika sesuatu telah dapat Anda lihat, raba atau telah ANda ketahui hakikatnya, maka itu bukan lagi sesuatu yang gaib; sebaliknya jika Anda tidak tahu hakikatnya, tidak dapat melihat atau merabanya, dan ia diinformasikan oleh Al Qur'an dan atau Sunnah, maka ia gaib dan menjadi objek iman.

Keyakinan tentang yang gaib merupakan perpindahan yang sangat jauh dampaknya dalam gambaran manusia tentang wujud serta perasaannya dan tentang kekuasaan serta pengelolaan terhadap alam fisika dan metafisika. Keyakinan itu juga mempunyai dampak yang sangat jauh dalam kehidupannya di bumi ini karena tidak sama keadaan siapa yang hidupa dalam wilayah terbatas yang hanya dijangkau oleh indranya dengan yang hidup di alam yang sangat luas, yang dijangkau oleh nalar dan mata hatinya, serta mengakpa gema dan kesan-kesan wujud yang luas itu di dalam lubuk hatinya. [Sayyid Quthub]

Orang bertakwa hendaknya bekerja dan berkarya sebaik mungkin sehingga memeroleh hasil yang melebihi kebutuhan jangka pendek dan jangka panjangnya serta dapat membantu orang lain.

Sementara ulama berpendapat bahwa ayat empat berbicara tentang kelompok lain dari orang-orang yang beriman. Kelompok pertama, yang ditunjuk oleh ayat 3, adalah orang-orang bertakwa yang telah memeluk Islam yang tadinya adalah orang-orang musyrik. Kelompok kedua, yang ditunjuk oleh ayat empat, adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani yang kemudian memeluk Islam.

Ayat 6-7:

Orang-orang kafir adalah orang-orang yang menutupi tanda-tanda kebesaran Allah dan kebenaran yang terhampar dengan jelas di alam raya.

Ayat ke 6 bukan berbicara tentang semua orang kafir, tetapi orang kafir yang kekufurannya telah mendarah daging dalam jiwa mereka sehingga tidak mungkin akan berubah. Penyebab kekufuran mereka adalah keengganan menerima iman sehingga Allah membiarkan mereka larut dalam kesesatan sesuai dengan keinginan hati mereka sendiri sehingga hati mereka terkunci mati dan telinga mereka tak dapat mendengar bimbingan. Dan penglihatan mereka pun tertutup sehingga tidak dapat melihat tanda-tanda kebesaran Allah yang terhampar di alam raya kecuali fenomenanya saja.

Ayat ini tidak dapat dijadikan alasan untuk menghentikan dakwah karena kita tidak mengetahui kapan dakwah itu bermanfaat dan kapan pula sia-sia.

Orang bertakwa diliputi oleh dua macam hidayah: hidayah yang lahir dari kesucian jiwa mereka dan hidayah petunjuk Al Qur'an.

Ada lima macam kekufuran yang dipahami oleh sementara ulama, yaitu 1) Tidak mengakui wujud Allah 2) Mengetahui kebenaran tetapi menolaknya 3) Tidak mensyukuri nikmat Allah 4) Meninggalkan atau tidak mengerjakan tuntunan agama kendati tetap percaya 5) Kufur bara'ah, yaitu tidak merestui dan berlepas diri

Ayat 8-10:

Ayat ini merupakan sindiran kepada orang munafik agar malu atau sadar lalu memperbaiki diri

Ayat 11-12:

Orang yang saleh adalah yang memelihara nilai-nilai sesuatu agar tetap berfungsi dengan baik dan bermanfaat. Yang lebih baik dari itu adalah orang yang kemudian melakukan aktivitas yang melahirkan nilai tambah. *Jadi apakah ini berarti bahwa produsen bisa dikategorikan sebagai orang yang shalih?*

Ayat ini merupakan anjuran untuk menjaga alam *penafsiran pribadi*

Sebaiknya mendahulukan nahi munkar daripada amar ma'ruf karena menyingkirkan keburukan lebih utama daripada menghiasi diri dengan keindahan.

Perasaan merupakan sumber iman dan budi pekerti. Bisa saja seseorang memiliki indra perasa yang sangat peka namun tidak memiliki sedikitpun perasaan, maka jangan berharap akan lahir akhlak yang baik terhadap Allah, manusia, maupun lingkungannya.

Ayat 13:

Orang-orang munafik memiliki kontradiksi dalam pemikirannya.

Iman memerlukan perenungan, pikiran bahkan akan semakin kukuh jika dibarengi oleh pengetahuan [Asy Sya'rawi, ulama Mesir]

Ayat 14-15:

Setan tidak terbatas pada manusia atau jin tetapi juga dapat berarti pelaku sesuatu yang buruk atau tidak menyenangkan atau tercela [Quraish Shihab]

Allah memperolok kaum munafikin dengan jalan membiarkan mereka menduga bahwa Allah dan Rasul-Nya percaya pada ucapan mereka, dan Allah memperlakukan mereka dalam kehidupan dunia sama dengan perlakuan terhadap orang beriman, tetapi kelak kaum munafikin akan mendapat dengan siksa yang amat pedih.

Ayat 16:

Ayat ini bermaksud menggambarkan keadaan kaum munafikin yang bergaul dengan kaum muslimin dengan menampakkan keimanan dan mengenakan pakaian hidayah, tetapi ketika ia menyendiri dengan rekan-rekan yang durhaka, maka ia menukar pakaian hidayah dengan pakaian kesesatan. Penukaran itu diibaratkan dengan jual beli untuk mengisyaratkan bahwa apa yang dilakukannya itu terlaksana dengan kerelaan, sebagaimana layaknya semua jual beli. Selanjutnya, karena setiap jual beli dimotivasi oleh perolehan keuntungan, maka di ayat ini ditegaskan bahwa perniagaan mereka tidak menghasilkan keuntungan.

Modal yang dimiliki oleh setiap orang adalah fitrah kesucian, yang seharusnya dimanfaatkan untuk memeroleh leuntungan berupa amal-amal saleh.

Ayat 17-18:

Ayat-ayat ini memberikan permisalan yang ditujukan kepada orang munafik atau orang kafir. Mereka digambarkan sebagai orang yang menyalakan api, kemudian Allah membawa pergi cahaya yang menyinari mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, sehingga mereka tidak dapat melihat. Mereka tuli, bisu dan buta

Sinar yang dimaksud dalam ayat di atas adalah petunjuk-petunjuk Al Qur'an. Namun, sinar tersebut tak mereka manfaatkan, sehingga Allah menutupi cahaya yang menerangi mereka. Al Qur'an tidak dapat pergi atau ditutupi, tetapi cahaya petunjuknya menjauh dari mereka.

Orang munafik atau orang kafir itu dikatakan tuli karena tidak mendengar petunjuk, bisu karena tidak mengucapkan kalimat yang hak, dan buta karena tidak melihat tanda-tanda kebesaran Allah.Sehingga pada akhirnya mereka tidak dapat kembali insaf dan menyadari kesesatan mereka.

Ayat 19-20:

Perumpamaan yang disebut dalam dua ayat ini ditujukan kepada orang munafik. Thahir Ibn 'Asyur memahami ayat ini sebagai gambaran tentang keadaan orang-orang munafik ketika menghadiri majelis Rasul dan mendengarkan ayat-ayat Al Qur'an yang mengandung ancaman serta berita-berita yang menggembirakan. Dengan demikian, ayat-ayat Al Qur'an dibaratkan dengan hujan yang lebat, apa yang dialami dan dirasakan oleh orang-orang munafik diibaratkan dengan aneka kegelapan. Guntur adalah kecaman dan peringatan-peringatan keras Al Qur'an. Kilat adalah cahaya petunjuk Al Qur'an yang dapat ditemukan di celah peringatan-peringatannya itu.

***

Wallahu a'lam bishshawab

2 comments:

  1. Widdiiih, keren deh Mutya :)

    Beberapa hari kemarin, ada kawan yang bercerita, tentang obsesinya untuk menyampaikan tentang Islam, dan Mutya sudah melangkah jauh, untuk mengkaji dengan referensi tafsir. Beliau merasa kehilangan "sesuatu" dari kemuslimahannya, yaitu pada bagian paling fundamental, akidah :(

    Berikutnya, ada kawan, yang juga membenarkan proses keterlambatan dewasanya, untuk memahami bahwa seorang mukmin, teruji manakala menghadapi ketidakpastian. Dalam ketidakpastian, maka hanya iman yang membuat orang tetap waras.

    Dua sahabat ini, perempuan dan lelaki, manusia muda yang mau meluangkan waktu untuk berpikir, mencari jati diri, saya sungguh salut :)

    Dengan beberapa kawan yang sedang menuntut ilmu, di kawasan dengan beda budaya cukup kontras, mereka juga nampak berusaha menjelaskan Islam, dengan tingkat pemikiran umat yang mereka hadapi. Saya berharap mereka akan tetap tegak, apapun halangannya. Ini salah satu halaman yang membuat saya salut : http://defending-islam.com/page386.html#_ftn2 .Sungguh, dahsyat ! :) Saya suka manakala muslim mampu menggunakan bahasa yang bisa dimengerti oleh umat lain, yang ingin paham tentang Islam, dalam level pengetahuan lawan diskusinya...

    Untuk itu, saya tidak mau berhenti mengumpulkan pengetahuan, dan berbicara dengan bahasa manusia yang saya ajak bicara, dalam semesta mereka tentunya...

    ReplyDelete
  2. Saya pertama kali tertarik baca Al Mishbah karena direkomendasikan oleh salah satu Pakdhe yang sangat doyan membaca. Ternyata dari membaca tafsir, saya menemui banyak solusi atas permasalahan yang saya hadapi. *Termasuk permasalahan yang menyangkut topik diskusi kita yang terakhir*

    Saya sengaja membuat catatan tentang hal yang saya pelajari dari Al Mishbah agar ilmu itu dapat mengendap dalam otak saya dan ditambah kesenangan untuk bisa membagi info ini kepada orang lain.

    [Dua sahabat ini, perempuan dan lelaki, manusia muda yang mau meluangkan waktu untuk berpikir, mencari jati diri, saya sungguh salut :)]

    Hehehe.... Kalau dalam istilah saya, 'belajar (pengetahuan) itu merupakan candu :D'

    ReplyDelete