Wednesday, January 26, 2011

Lessons Learned From Al Baqarah 30-39 (Taken From Al Mishbah)



Kelompok ayat ini berbicara tentang penciptaan manusia dan kisahnya hingga berakhir dengan keberadaannya di dunia

Ayat 30:

Ayat ini menyampaikan keputusan Allah kepada para malaikat tentang rencana-Nya menciptakan manusia di dunia.

Allah memberitahu malaikat info tersebut karena malaikat akan diberi tugas yang menyangkut manusia; yaitu
pencatatan amal, memelihara manusia, membimbing manusia dsb. Di satu sisi, manusia juga penting untuk mengetahui info ini karena akan membuatnya bersyukur kepada Allah.

Ketika malaikat diberitahu Allah bahwa manusia akan dijadikan-Nya khalifah di bumi, mereka bertanya tentang makna penciptaan manusia dan menduga bahwa khalifah tersebut akan merusak dan menumpahkan darah. Pertanyaan mereka itu juga bisa lahir dari penamaan Allah terhadap manusia dengan khalifah. Kata khalifah mengesankan makna peleraian perselisihan dan penegak hukum.

Quraish Shihab berpendapat bahwa apapun latar belakang dari pertanyaan malaikat kepada Allah dalam ayat ini bukan merupakan keberatan atas rencana-Nya.

Dalam terjemahan Al Mishbah, pertanyaan malaikat dalam ayat ini menggunakan redaksi "apakah" bukan "mengapa" seperti dalam beberapa terjemahan.

Malaikat menduga bahwa dunia hanya dibangun dengan tasbih dan tahmid, oleh karena itu mereka melanjutkan pertanyaan dengan, sedang kami menyucikan, yakni menjauhkan Zat, sifat, dan perbuatan-Mu dari segala yang tidak wajar bagi-Mu.

"Anda perhatikan mereka menyucikan terlebih dahulu, baru memuji. Penyucian mereka mencakup penyucian pujian yang mereka ucapkan, jangan sampai pujian tersebut tidak sesuai dengan kebesaran-Nya. menggabungkan pujian dan penyucian dengan mendahulukan penyucian, ditemukan banyak sekali dalam ayat-ayat Al Qur'an" [Quraish Shihab]

Allah menjawab pertanyaan malaikat dengan 'Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui'. Jawaban tersebut tidak membenarkan ataupun menyalahkan malaikat karena memang akan ada diantara manusia yang berbuat seperti yang diduga malaikat.

Kekhalifahan terdiri dari:
1) Wewenang yang dianugerahkan Allah
2) Makhluk yang diserahi tugas, yakni Adam as dan anak cucunya
3) Wilayah tempat bertugas, yakni bumi yang terhampar

*Heu, jadi ingat cerita bahwa di beberapa perusahaan ada 'pemimpin' yang tidak punya 'tugas' dan 'wilayah' tapi tetap dapat remunerasi :D*

Banyak ulama berpendapat bahwa malaikat dari segi pengetiannya adalah makhluk halus yang diciptakan Allah dari cahaya yang dapat berbentuk dengan aneka bentuk, taat mematuhi perintah Allah, dan sedikitpun tidak membangkang.

Hal pokok yang dituntut oleh Islam menyangkut kepercayaan kepada malaikat:
1) Percaya bahwa malaikat memiliki eksistensi yang diciptakan Allah, bukan maya, bukan ilusi dan bukan pula sesuatu yang menyatu dalam diri manusia
2) Percaya bahwa mereka adalah hamba-hamba Allah yang taat, yang diberi tugas tertentu oleh-Nya

Allah tidak meminta pendapat malaikat apakah Dia mencipta atau tidak

Situasi dan ide-ide yang menyertai wujud sesuatu dapat berbekas dan menyatu antara sesuatu wujud dan situasi tersebut. [Ibn 'Asyur] *Heu, apakah ini bisa dijadikan dasar pemikiran tentang ilmu turunan?

Ayat 31-32:

Allah mengajarkan Adam, yakni memberinya potensi pengetahuan tentang nama-nama benda maupun fungsinya.

Setelah pengajaran Allah dicerna oleh Adam as, Allah mengemukakan benda-benda itu kepada para malaikat lalu berfirman, "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu benar dalam dugaan kamu bahwa kalian lebih wajar menjadi khalifah."

Malaikat menjawab sambil menyucikan Allah. Apa yang Allah tanyakan itu tidak pernah Allah ajarkan kepada malaikat karena ada hikmah di balik itu. Boleh jadi karena pengetahuan yang diajarkan kepada Adam tidak dibutuhkan oleh para malaikat karena tidak berkaitan dengan fungsi dan tugas mereka. Berbeda dengan manusia , yang dibebani tugas memakmurkan bumi.

Allah merupakan sumber pengetahuan

Ilmu merupakan hal yang sangat esensial dalam menjalankan fungsi khalifah dengan baik [penafsiran pribadi]

Mengajar tidak selalu dalam bentuk mendiktekan sesuatu atau menyampaikan suatu kata atau ide, tetapi dapat juga dalam arti mengasah potensi peserta didik hingga terasah dan dapat melahirkan aneka pengetahuan. *Mungkin ini bisa dijadikan Key Performance Indicator (KPI) bagi para pendidik*

Salah dua keistimewaan manusia:
1) Memiliki kemampuan mengekspresikan apa yang terlintas dalam benaknya
2) Memiliki kemampuan mengakap bahasa yang dapat mengantarnya "mengetahui"

Kemampuan manusia merumuskan ide dan memberi nama segala sesuatu merupakan langkah menuju terciptanya manusia berpengetahuan dan lahirnya ilmu pengetahuan.

Ucapan malaikat Mahasuci Engkau, yang mereka kemukakan sebelum menyampaikan ketidaktahuan mereka menunjukkan bahwa mereka tidak bermaksud membantah atau memprotes ketetapan Allah menjadikan manusia sebagai khalifah di bumi, sekaligus sebagai pertanda "penyesalan" mereka atas ucapan atau kesan yang ditimbulkan oleh pertanyaan itu.

Allah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana. Pengetahuan Allah yang amat jelas membuat terungkapnya hal-hal yang sekecil-kecilnya.

Al Hakim harus yakin sepenuhnya tentang pengetahuan dan tindakan yang diambilnya sehingga dia akan tampil dengan penuh percaya diri, tidak berbicara dengan ragu, atau kira-kira, dan tidak pula melakukan sesuatu dengan coba-coba. [Al Biqa'i] 

Al Hakim berarti siapa yang mengetahui seluk beluk sesuatu sehingga mampu memeliharanya dari kerusakan dan kepincangan [Thahir Ibn 'Asyur]

Ayat 33:

Untuk membuktikan kemampuan khalifah kepada malaikat, Allah memerintahkan Adam untuk "memberitakan" kepada malaikat tentang nama-nama benda, bukan "mengajar".

Pengajaran mengharuskan adanya upaya dari yang mengajar agar bahan pengajarannya dimengerti oleh yang diajarnya sehingga, kalau perlu, pengajar mengulang-ulangi pengajaran hingga dimengerti. Sedangkan penyampaian berita tidak mengharuskan pengulangan, tidak juga yang diberitakan harus mengerti.

Masih lanjutan dari tafsiran ayat 31-32, malaikat tidak wajar menjadi khalifah meskipun merupakan makhluk suci karena tidak memiliki pengetahuan yang berkaitan dengan aspek-aspek tugas khalifah.

Maka setelah kemampuan Adam dalam memberitakan kepada malaikat tentang nama-nama benda itu terbukti, Allah berfirman ,"Bukankah sudah Ku katakan kepada kamu bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang telah kamu sembunyikan?"
Ayat ini tidak dapat dijadikan bukti bahwa jenis manusia lebih mulia daripada malaikat. Memang ayat ini dapat menunjukkan adanya keistimewaan Adam as atas sejumlah malaikat, bukan semua manusia atas semua malaikat, tetapi keistimewaan ini belum dapat menjadi alasan untuk menetapkan kemuliaan menusia karena keistimewaan dalam satu hal belum menunjukkan keistimewaan dalam semua hal.  

Apa yang diajarkan kepada Adam as dan yang kemudian diperintahkan kepada beliau untuk menyampaikannya kepada malaikat adalah informasi yang sangat penting. 

Ayat 33 merupakan sedikit penjabaran dari ayat 30 yang menyatakan bahwa Allah mengerti apa yang malaikat tidak ketahui.

Kalimat wa maa kuntum taktumuun/ apa yang telah kamu sembunyikan menimbulkan pembahasan panjang lebar oleh para ulama, khususnya pada kata kuntum. Ini menimbulkan kesan bahwa sejak dahulu, sebelum dialog ini, telah ada sesuatu yang tidak diungkap oleh para malaikat itu, yang oleh pengarang Tafsir Al Jalalain dinyatakan bahwa itu adalah dugaan mereka bahwa Allah tidak akan menciptakan makhluk yang lebih mulia dan lebih mengetahui daripada para malaikat. Kalau pendapat ini diterima, itu mereka sembunyikan di dalam benak mereka, dalam arti mereka tidak mengungkapkannya karena mengucapkannya dapat mengandung makna keangkuhan, padahal mereka telah terbebaskan dari sifat angkuh atau berbangga diri.

Thahir Ibn 'Asyur tidak memahami kata kuntum dalam arti masa lalu, tetapi menurutnya kata itu digunakan di sini sebagai sisipan yang berfungsi sebagai penguat upaya penyembunyian.

Bumi tidak dikelola semata-mata hanya dengan tasbih dan tahmid tetapi dengan amal ilmiah dan ilmu amaliyah.

Ayat 34:

Sebagai penghormatan kepada sang khalifah, Allah swt. secara langsung memerintahkan untuk merenungkan ketika Allah berfirman kepada para malaikat untuk bersujud kepada Adam. Pembahasan tentang apakah semua malaikat diperintah sujud atau sebagian saja akan dijelaskan pada tafsir surah Shad.

Para malaikat pun segera sujud tanpa menunda atau berpikir, tetapi Iblis yang memasukkan dirinya dalam kelompok malikat sehingga otomatis dicakup pula oleh perintah tersebut, enggan dan menolak sujud karena dia angkuh, yakni mengabaikan hak pihak lain, dalam hal ini Adam as serta memandangnya rendah sambil menganggap dirinya lebih tinggi.

Jangan diduga bahwa keengganan ini baru diketahui Allah swt ketika itu. Sebab sejak dahulu, dalam pengetahuan Allah, Iblis termasuk kelompok makhluk-makhluk yang kafir.

Al Qur'an secara tegas menyatakan bahwa Iblis berasal dari jenis jin (QS Al Kahf: 50)

Konon, Iblis pada mulanya bernama Azazil yang berarti ketua para malaikat karena ia sangat taat beribadah, dan karena itu ketika Allah swt. memerintahkan malaikat untuk sujud kepada Adam, perintah ini juga diarahkan kepadanya, tetapi ia enggan sehingga ia mendapat murka Allah.

Quraish menerjemahkan penggalan ayat illaa ibliis abaa dengan tetapi iblis enggan. Beda dengan terjemahan Departemen Agama yang menggunakan redaksi kecuali Iblis. Penggunaan kata tetapi Iblis enggan berarti Quraish berpendapat bahwa Iblis tidak termasuk jenis malaikat.

"Keangkuhan" berbeda dengan "kebanggaan" atau "membanggakan diri" karena yang membanggakan diri belum tentu menganggap dirinya lebih dari orang lain, bahkan boleh jadi saat itu dia masih tetap mengakui keunggulan pihak lain atau sama dengannya. Adapun keangkuhan adalah membanggakan diri, ditambah dengan merendahkan pihak lain.

Ayat ini dapat menjadi dasar tentang kewajiban menghormati orang-orang yang berpengetahuan,
ebagaimana ayat berikut yang mempersilakan Adam dan pasangannya tinggal di surga, menjadi isyarat tentang kewajaran ilmuwan dan keluarganya mendapat fasilitas, antara lain agar ia dapat lebih mampu mengembangkan ilmunya *Hihihi, lalu bagaimana dengan fasilitas yang diberikan Negara kepada para ilmuwan? :D*

Penggunaan kata kaana dalam wa kaana min al-kaafiriin/dan dia termasuk kelompok yang kafir juga menjadi bahasan cukup panjang di kalangan para ulama. Ada yang memahaminya dalam arti sejak dahulu, yakni dalam ilmu Allah swt., Iblis telah kafir. Ada juga yang memahami kaana dalam arti menjadi sehingga ayat itu bermakna keengganan Iblis sujud menjadikan ia termasuk kelompok orang-orang kafir.

Memasukkan seseorang atau sesuatu ke dalam satu kelompok tertentu menunjukkan keunggulannya dalam bidang tertentu.

Ayat 35:

Ayat ini berhubungan dengan kandungan ayat 30-34. Ayat ini serta ayat-ayat berikut memaparkan episode lain dari kisah Adam. Dan, setelah merenungkan asal kejadian dan tujuan penciptaan Adam as. renungkan juga ketika Allah Yang Maha Kuasa lagi Maha Mengetahui berfirman dengan menyatakan "Hai Adam diamilah dengan tenang dengan istrimu, bukan dengan anak cucumu karena kamu tidak akan beranak cucu di surga ini dan makanlah sepuas kamu sebagian dari makanan-makanan-nya yang banyak lagi baik dimana dan kapan saja yang kamu sukai tanpa ada pembatasan kecuali untuk satu hal yaitu, dan janganlah kamu berdua mendekati apalagi memakan buah pohon ini. Karena, jika kamu mendekatinya, kamu akan terjerumus dalam bahaya sehingga menyebabkan kamu berdua termasuk orang-orang yang zalim" yakni menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya.

Allah melarang mendekati, bukan sekedar melarang memakannya. Allah swt Maha Mengetahui bahwa ada kecenderungan manusia untuk ingin mendekat, lalu mengetahui, dan merasakan sesuatu yang indah dan menarik. Biasanya larangan mendekati tertuju kepada hal-hal yang mengandung rangsangan kuat.

Larangan tersebut mengandung makna perintah untuk selalu berhati-hati karena siap yang mendekati satu larangan, dia dapat terjerumus melanggar larangan itu. Di celah larangan itu tergambar pula bahwa tempat yang ditinggali Adam as dan pasangannya ketika itu bukanlah tempat abadi karena dalam keabadian tidak ada larangan.

Larangan mendekati satu pohon dari sekian banyak pohon di kebun itu (surga) merupakan isyarat bahwa hidup manusia harus disertai oleh larangan karena tanpa larangan tidak akan lahir kehendak, dan tidak pula berbeda antara manusia dan binatang. Siapa yang hidup tanpa kehendak dan tidak mampu melaksanakan janji dan memenuhi syarat, ia adalah binatang, bukan manusia [Quraish Shihab]

Ayat 36:

Adam dan istrinya termakan oleh rayuan dan kebohongan setan, maka mereka dikeluarkan dari kenikmatan dan kedudukan yang demikian tinggi di sisi hadirat Ilahi dan Allah melalui malaikat-Nya memerintahkan keduanya dan kepada setan "Turunlah kamu! Sebagian kamu, hai Adam dan keluarganya menjadi musuh bagi yang lain setan atau juga sebagian manusia dan bagi manusia dan jin, ada tempat kediaman sementara di bumi dan mata' (kesenangan hidup) sampai waktu yang ditentukan", yakni Hari Kiamat.

Kalimat fa azallahummaa asy-syaithaan/maka keduanya digelincirkan oleh setan menunjukkan bahwa

mereka tidak sepenuhnya sadar ketika itu. Dalam QS Thaahaa: 115 dinyatakan bahwa Adam lupa. Dosanya berbeda dengan dosa Iblis yang melakukan pelanggaran dengan penuh kesadaran dan didorong oleh keangkuhan.

Kata 'anhaa/karenanya pada kalimat azallahummaa asy-syaithaanu 'anhaa/maka keduanya digelincirkan oleh setan karenanya, yakni karena memakan buah pohon itu. Ada juga yang memahami kata 'anhaa dalam arti dari surga. Yakni keduanya digelincirkan dari surga sehingga terpaksa keluar dari tempat yang penuh nikmat itu.

Setan menjadi musuh manusia dan manusia pun harusnya menjadikannya sebagai musuh

Akibat perbuatan Adam dan Hawwaa lahir ketidakseimbangan dalam jiwa mereka yang kemudian diwariskan kepada anak cucunya dalam bentuk sifat-sifat negatif seperti keinginan untuk meraih manfaat pribadi sambil bersangka buruk pada pihak lain.

Akhlak manusia dapat diwariskan. Sumber akhlak baik dan buruk adalah bisikan-bisikan hati yang baik atau yang buruk. Itu sebabnya agama melarang seseorang berfikir tentang maksiat serta memerintahkan membendung setiap pikiran buruk. [Thahir Ibn Asyur]
Allah swt. menciptakan manusia dalam keadaan memiliki potensi yang sangat besar untuk kebaikan. Manusia diciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Ibn 'Asyur memahaminya dalam arti manusia terbebaskan dari keburukan dan bisikan negatif . Kemudian manusia mengalami beberapa fase, yaitu:
1) Fase pengajaran berbicara dan nama-nama, yang merupakan awal dari kemampuan meraih pengetahuan. Ini juga merupakan awal dari kegiatan berpikir. Manusia merupakan pengajar secara naluriah. Bahasa merupakan sarana dan pendorong untuk meraih kebaikan, dan dapat juga digunakan untuk penipuan dan kebohongan.
2) Fase memiliki kemampuan untuk taat atau membangkang dan munculnya kehendak untuk memiliki sesuatu untuk dirinya sendiri
3) Fase kedatangan petunjuk Ilahi

Ayat di atas menggunakan kata mata' yang diterjemahkan dengan kesenangan hidup sementara. Kata tersebut pada hakikatnya berarti kesenangan memanfaatkan sesuatu dalam waktu terbatas, terputus-putus, dan ada kekurangannya, serta ada selainnya yang lebih baik kualitas dan kuantitasnya [Al Biqa'i]

Apa yang dialami Adam as dan Hawwa merupakan pelajaran yang sangat berharga dalam rangka menyukseskan tugas mereka sebagai khalifah di dunia.

Terpenuhinya sandang, pangan, dan papan di surga adalah gambaran bagaimana seharusnya manusia memakmurkan bumi dan menyiapkan kebutuhan pokok itu. Tipu daya dan kebohongan setan dimaksudkan untuk menjelaskan bagaimana licik dan lihainya musuh yang akan dihadapi manusia sehingga diharapkan keterpedayaan Adam dan Hawwa tidak terulang pada hari-hari mendatang, yang mencakup anak cucu mereka.

Pengusiran dari surga yang penuh kenikmatan, hendaknya mendorong manusia untuk berusaha kembali kesana seperti cara yang akan ditunjukkan Allah. Uraian ayat 36 ini juga bertujuan menanamkan rasa penyesalan dalam jiwa manusia sekaligus menunjukkan betapa setan merupakan musuh dan sumber petaka yang mereka alami. Ini pada gilirannya diharapkan dapat menghasilkan dorongan untuk terus menerus memusuhi setan dan menjauh dari segala rayuan dan ajakannya.

Ayat 37:

Setelah diusir dari surga, Allah tetap memberikan bimbingan kepada Adam.

Kalimat fa talaqqaa Adam min rabbihii kalimaat/maka Adam menerima dari Tuhannya beberapa kalimat mengandung arti bahwa Allah swt. mengilhami penyesalan dari lubuk hati Adam yang tulus, atau mengilhaminya kalimat-kalimat doa yang terucapkan.

Sementara ulama menunjuk QS Al A'raf: 23 sebagai "kalimat-kalimat" yang diilhamkan Allah kepada mereka berdua.

Bisa juga "kalimat-kalimat" yang dimaksud adalah penyampaian pengampunan Allah swt kepada Adam dan Hawwa

Kalimat fa taaba 'alaih/maka Allah kembali kepadanya berarti setelah menjauh dari Adam akibat pelanggaran Adam, Allah kembali kepada posisi-Nya dan mendekat serta mencurahkan rahmat dan pengampunan kepadanya.

Kebersamaan Allah dengan manusia yang taat diilustrasikan dengan keberadaan posisi-Nya yang sangat dekat. Tetapi, bila manusia berdosa, ia menjauh dari Allah.

Perbedaan redaksi ayat Al Baqarah: 35 dan Al A'raaf: 22 mengisyaratkan bahwa setelah berdosa, Allah dan manusia menjauh dari posisi masing-masing. Apabila manusia menyesal dan bertekad untuk tidak mengulangi kesalahan dan memohon ampun, dia telah bertaubat, yang arti harafiahnya adalah kembali. Allah yang menerima taubat manusia juga kembali pada posisi semula sehingga Dia pun bertaubat, yang biasa diartikan menerima taubat manusia. Allah melakukan hal itu karena Dia Maha Pengampun, yakni berulang-ulang memberi pengampunan kepada banyak orang; lagi Maha Penyayang, yakni mencurahkan anugerah kepada hamba-hamba-Nya.

Imam Ghazaali mengartikan at-tawwaab sebagai Dia (Allah) yang kembali berkali-kali menuju cara yang memudahkan taubat untuk hamba-hamba-Nya, dengan jalan menampakkan tanda-tanda kebesaran-Nya

Thabaathabaa'i mengemukakan ketika menafsirkan ayat ini bahwa taubat dari Allah berarti kembali-Nya kepada hamba dengan mencurahkan rahmat. Sedangkan taubat manusia adalah permohonan ampun disertai meninggalkan dosa.

Taubat manusia berada diantara dua taubat Allah, yakni:
1) Kembalinya Allah memberi anugerah kepada manusia dalam bentuk menggerakkan hatinya untuk bertaubat dan menyesali dosanya
2) Allah sekali lagi kembali (setelah manusia memenuhi panggilan hatinya yang digerakkan Allah) atau taubat kepada hamba-Nya dalam bentuk mengampuni dosanya.

Perangkaian kata at-tawwaab dengan ar-rahiim memberi gambaran yang lebih sempurna karena pengampunan yang dianugerahkan Allah tidak terlepas dari rahmat kasih sayang-Nya. Tanpa kasih sayang, Dia menghukum manusia atas kesalahan yang telah dilakukannya atau sekadar memperingan hukuman.

Penggunaan bentuk tunggal dalam hal taubat dikarenakan tidak ada satu makhluk pun yang mempunyai wewenang atau terlibat dalam menerima atau menolak taubat [Quraish Shihab]

Setiap langkah menuju Allah terdiri dari tiga unsur pokok, yaitu:
1) Pengetahuan
2) Kondisi psikologis
3) Aktivitas

Taubat adalah langkah pertama yang membutuhkan pengetahuan tentang pelanggaran dan dosa yang dilakukannya agar lahir kondisi penyesalan dan mendorong pelakunya untuk meninggalkan dosa dan pelanggaran serta beranjak menuju Allah swt untuk memohon ampunan-Nya.

Ayat ini merupakan salah satu perbedaan pokok pandangan Islam dan pandangan kristen tentang manusia. Ayat ini menjelaskan bahwa Adam telah diampuni Allah swt. Dengan demikian, ia tidak membawa dosa akibat mencicipi buah terlarang itu, dan tidak ada dosa yang diwariskannya. Bahkan kalaupun seandainya, sekali lagi seandainya, Beliau tidak mendapat pengampunan, pewarisan dosa tidak diakui oleh Al Qur'an karena secara tegas dinyatakan bahwa "Dan seorang yang berbuat dosa tidak akan memikul dosa orang lain" [QS Al An'am: 164] & "Dan bahwa seorang manusia tidak memeroleh selain apa yang telah diusahakannya" [QS An Najm:39]. Dosa Adam adalah dosa pribadi, taubatnya pun bersifat pribadi tidak kolektif, dan pengampunan yang dianugerahkan Allah kepadanya pun demikian.

Ayat 38-39:

Ayat 38 mengulang perintah turun. Ada dua analisa menyangkut pengulangan tersebut
1) Untuk menghapus kemungkinan kesalahpahaman bahwa perintah turun hanya dari satu tingkat ke tingkat yang lebih rendah namun tetap di surga. Dan ditegaskan bahwa semua harus turun, bukan hanya si penggoda.
2) Perintah turun pertama mengisyaratkan turun ke bumi tempat makan, minum, dan bermusuhan. Sedangkan perintah kedua mengisyaratkan turunnya martabat keagamaan Iblis serta Adam dan istrinya

Apabila datang kepadamu, wahai Adam dan pasanganmu serta anak cucumu, petunjuk yang bersumber dari-Ku melalui penyampaian para nabi baik wahyu kitab suci maupun bimbingan dan atau keteladanan para nabi, atau hasil penalaran yang lurus, maka ikutilah petunjuk-Ku, karena siapa yang mengikuti petunjuk-Ku maka tiada rasa takut yang mengatasi mereka dan tidak pula mereka bersedih.

Takut adalah keguncangan hati menyangkut sesuatu yang negatif di masa datang, dan sedih adalah kegelisahan menyangkut sesuatu yang negatif yang pernah terjadi.

Orang-orang kafir yang mendustakan ayat-ayat Allah dan enggan bertaubat adalah penghuni neraka yang kekal. Kata mendustakan memberi kesan bahwa mereka tahu dan mengerti, tetapi menolak dan mengingkari. Bisa jadi Allah mempunyai kebijaksanaan lain bagi yang kafir, tetapi tidak mendustakan.

Kekufuran bertingkat-tingkat. Ada kufur 'inaad = keingkaran karena keras kepala & enggan menerima kebenaran walau telah mengetahuinya; ada kufur jahalat = kekufuran karena kebodohan; ada kufur nikmat; dll.

Kalimat fa immaa ya'tiyannakum minnii hudan/lalu jika datang petunjuk-Ku kepada kamu dipahami sementara ulama sebagai redaksi yang menunjukkan sisa-sisa teguran Allah kepada Adam dan pasangannya. Ini karena redaksi tersebut menggunakan kata jika.

Penggalan ayat ini juga dapat dipahami dalam arti perjanjian yang diikat antara Allah dan Adam beserta anak cucunya bahwa mereka akan mengikuti petunjuk Allah jika petunjuk tersebut tiba.

Kata hudan yang berbentuk nakirah (indefinite) yang dikemukakan dalam redaksi bersyarat menjadikan makna hudan/petunjuk bersifat umum dan menyeluruh.

***

Lihat postingan sebelumnya disini

3 comments:

  1. Al Baqarah; 30, ayat misterius yang sejak dulu sering mengusik pemikiran saya, kenapa malaikat sampai tahu, bahwa manusia adalah makhluk yang suka menumpahkan darah spesiesnya ?

    Saya curiga bahwa Adam, bukanlah "manusia" pertama yang pernah diciptakan, walau memang kemungkinan besar, dia adalah manusia berakal budi pertama, yang diturunkan di Planet Bumi.

    Ada pendahulu Adam, atau mungkin dimensi lain, semesta lain, yang menjadi bahan pertimbangan malaikat sehingga dia mempertanyakan penunjukan Adam.

    Masih banyak misteri dalam Al Quran, apalagi jika mempelajarinya, sambil mengobservasi objek semesta, bukankah semesta adalah ayat Allah ? Maka, manakala kita buka, ada selalu makna baru tersurat dalam setiap ayat, amazing !

    ReplyDelete
  2. Dalam Al Mishbah, Quraish juga menuliskan adanya dugaan yang mirip dengan Kak Galih.

    "Dugaan itu mungkin berdasarkan pengalaman mereka *malaikat* sebelum terciptanya manusia, dimana ada makhluk yang berlaku demikian...."

    "Kata khalifah pada mulanya berarti 'yang menggantikan' atau 'yang datang sesudah siapa yang datang sebelumnya.'Atas dasar ini, ada yang memahami kata khalifah disini dalam arti yang menggantikan Allah dalam menegakkan kehendak-Nya dan menerapkan ketetapan-ketetapan-Nya, tetapi bukan karena Allah tidak mampu atau menjadikan manusia berkedudukan sebagai Tuhan, namun karena Allah bermaksud menguji manusia dan memberinya penghormatan. Ada lagi yang memahaminya dalam arti menggantikan makhluk lain dalam menghuni bumi ini."

    Yah, selalu menakjubkan. Dari Al Baqarah saja terdapat banyak pelajaran, apalagi kalau mempelajari keseluruhan Qur'an!

    ReplyDelete
  3. menurut beberapa mufassir mahluk yang diciptakan Allah SWT sebelum Adam AS adalah Banul Jaan ( Golongan Jin )....makanya Malikat bertanya kepada Allah SWT tentang perbuatan Jin yang mungkin terjadi kepada manusia

    ReplyDelete