Thursday, January 13, 2011

Lessons Learned from QS Al Baqarah 21-29 (Taken from Al Mishbah)



Ayat 21:

Seluruh manusia, baik yang bertakwa, kafir, dan munafik diajak untuk beribadah kapada Allah.

Ibadah adalah suatu bentuk kepatuhan dan ketundukan yang berpuncak kepada sesuatu yang diyakini menguasai jiwa raga seseorang dengan penguasaan yang arti dan hakikatnya tidak terjangkau. Ini menyambung dengan tafsir mengenai ibadah dalam QS Al Fatihah ayat 5, bahwa ibadah tidak terbatas pada shalat, puasa, zakat, dan haji, tetapi juga mencakup segala macam aktivitas manusia, baik pasif maupun aktif, sepanjang tujuan dari itu adalah Allah.

Orang bertakwa masih diajak untuk beribadah agar
ibadah tersebut memelihara keterhindaran mereka dari siksa. Selain itu, ibadah tersebut dapat meningkatkan takwa dan memperkukuh benteng yang melindungi mereka dari segala macam ancaman duniawi dan ukhrawi.

Ibadah dapat dilihat penerapannya atau diketahui tata caranya melalui keteladanan serta penjelasan-penjelasan Nabi Muhammad saw. Apapun ibadah murni yang tidak bersumber darinya maka ia adalah kesesatan dan pengabdian apapun yang bertentangan dengan tuntutannya, pastilah keliru dan tidak direstui oleh Allah swt.

Pendidik hendaknya sesekali mengancam bahkan kalau perlu menjatuhkan sanksi terhadap peserta didik, tetapi itu tidak boleh menjadikan peserta didik semakin menjauh dari tujuan yang ingin dicapai. Pendidik hendaknya tetap memelihara hubungan dengan peserta didik, setelah mengucapkan kalimat keras atau tindakan tegas.

Ayat 22:

Dijadikannya bumi terhampar bukan berarti dia diciptakan demikian. Bumi diciptakan Allah bulat atau bulat telur. Itu adalah hakikat ilmiah yang sulit dibantah. Keterhamparannya tidak bertentangan dengan kebulatannya. Allah menciptakannya bulat untuk menunjukkan betapa hebat ciptaan-Nya itu. Lalu Dia menjadikan yang bulat itu terhampar bagi manusia, yakni kemana pun mereka melangkahkan kaki, mereka akan melihat atau mendapatkannya terhampar. Itu dijadikan Allah agar manusia dapat meraih manfaat (baik lahir, batin, material maupun spiritual) sebanyak mungkin dari dijadikannya bumi demikian. [Quraish Shihab]

Ayat ini merupakan isyarat bahwa di atas langit dunia, ada aneka langit yang lain. Aneka langit itu bila tidak terhalangi oleh langit dunia, atau bila manusia berada di luar bangunan ini, niscaya hidupnya atau kenyamanan hidupnya akan terganggu.

Penyebutan bumi dan langit (dalam ayat ini) bukan saja karena keduanya sangat dekat dalam benak manusia, tetapi juga karena pada keduanya terdapat nikmat yang sangat dibutuhkannya; air di bumi dan udara di langit. Di sisi lain, penyebutan dengan urutan tersebut mengisyaratkan pula bahwa air bersumber dari bumi kemudian menguap ke udara lalu turun kembali ke bumi dan karena itu lanjutan ayat ini berbicara tentang nikmat Allah menurunkan air dari langit.

Ayat ini juga masih lanjutan dari ayat 21 untuk menyembah Allah dan larangan untuk menyekutukannya.

Ayat 23:

Ayat ini merupakan tantangan bagi yang meragukan Al Qur'an untuk membuat satu surah saja yang sepadan dengannya.

Ayat 24:

Masih merupakan lanjutan tantangan yang ada dalam ayat 23. Allah menyatakan bahwa mereka tidak akan sanggup membuatnya karena mereka sendiri, sebelum orang lain, menyadari bahwa Al Qur'an bersumber dari Allah. Ini juga dapat dipahami bahwa terdapat kepastian tentang ketidakmampuan siapapun untuk membuat semacamnya (Al Qur'an).

Mukjizat dan keistimewaan Al Qur'an secara garis besar:
1) Ketelitian dan keindahan redaksinya
2) Pemberitaan gaibnya, baik gaib masa lampau maupun masa datang
3) Isyarat-isyarat ilmiah yang dipaparkannya

Penyebutan ganjaran bagi orang-orang kafir, yaitu neraka.

Ayat 25:

Ayat ini memerintahkan Nabi Muhammad saw. untuk menyampaikan berita gembira kepada mereka yang benar-benar beriman secara tulus terhadap semua unsur keimanan dan membuktikan kebenaran imannya dengan beramal saleh. Jika dicermati, ayat ini mengemukakan hal yang bertentangan dengan ayat yang lalu, dalam artian orang kafir akan menerima siksa sedangkan orang beriman akan menerima nikmat. Menyandingkan dua hal yang bertentangan merupakan kebiasaan Al Qur'an untuk melahirkan keserasian dan membuat manusia untuk memilih hal yang terbaik diantaranya.

Amal adalah segala hasil penggunaan daya tubuh, pikir, kalbu dan hidup. Seseorang dikatakan beramal saleh jika menggunakan seluruh daya tersebut secara bermanfaat dan disertai dengan iman yang benar.

Keserupaan tetapi memiliki keragaman merupakan salah satu ciri ciptaan Allah swt. Salah satu contohnya adalah keragaman yang terdapat pada manusia.

Surga dan kenikmatannya merupakan sesuatu yang abstrak

Ayat 26:


Sesungguhnya Allah tidak enggan membuat perumpamaan berupa kutu atau yang lebih rendah maupun lebih besar dari itu, dan yang boleh jadi diremehkan atau dianggap tidak wajar dan tepat oleh orang-orang kafir. Adapun orang-orang yang beriman dengan benar, maka mereka mengetahui dengan pasti bahwa itu adalah kebenaran sempurna yang bersumber dari Allah, Tuhan yang melimpahkan aneka bimbingan untuk memelihara mereka, sedang orang-orang kafir, baik yang kekufurannya terang-terangan maupun yang sembunyi-sembunyi, mereka akan terus berkata: "Apakah maksud Allah menjadikan sesuatu yang hina ini sebagai satu perumpamaan?" Pertanyaan mereka dijawab: Dengan perumpamaan itu banyak orang yang menutup mata dan telinganya yang terus menerus disesatkan Allah karena mereka tidak mau mengerti dan banyak pula yang terus menerus diberi-Nya tambahan petunjuk karena keyakinan mereka akan ke-Maha sempurnaan Allah; Allah tidak berbuat aniaya kepada yang Dia sesatkan karena tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasiq, yang telah mendarah daging dalam jiwanya kefasikan.

Thahir Ibn 'Asyur (ulama asal Tunisia), menilai bahwa pada ayat-ayat lalu mengandung tantangan kepada sastrawan untuk menyusun satu surah saja yang semisal Al Qur'an. Tapi ketika mereka gagal, mereka mencoba untuk mengritik kandungannya. Hal ini juga dilakukan oleh orang-orang Yahudi yang tidak mahir dalam sastra Arab.

Orang yang fasik keluar dengan kemauannya sendiri dari tuntunan Ilahi atau dengan mudah dikeluarkan dari kebenaran yang tadinya telah melekat pada dirinya. Kefasikan ada bermacam-macam dan bertingkat-tingkat, puncaknya adalah kekufuran. Namun, para pakar dari kelompok Ahlus Sunnah menyimpulkan bahwa kefasikan bukan kekufuran. Walaupun kefasikan sering dilakukan, itu tidak menjadikannya kafir selama ia tetap mengakui, walau dengan lidahnya saja, keesaan Allah dan kerasulan Nabi Muhammad saw.

Ayat ini merupakan bukti bahwa ada kesesatan yang menimpa seseorang karena keburukan amal perbuatannya selain kesesatan yang sejak semula telah mengendap akibat kebejatan sifatnya.

Hidayah merupakan istilah yang mengandung makna-makna menyeluruh mencakup semua jenis anugerah Allah, sedang kesesatan mengandung makna-makna menyeluruh yang mencakup anek kecelakaan dan kerugian.


Ayat 27:

Ayat ini menjelaskan sebagian sifat orang fasik yang dinyatakan oleh ayat 26, yaitu 1) Membatalkan dan melanggar perjanjian yang kukuh antara mereka dengan Allah padahal para Nabi dan rasul telah membawa bukti-bukti keesaan-Nya, baik melalui ajakan memperhatikan kitab suci maupun yang terhampar dengan jelas di alam raya ini. 2) Memutuskan tali silaturahim. 3) Terus menerus berbuat kerusakan di bumi

Mereka disebut juga dengan al-khaasiruun, yaitu orang yang benar-benar binasa, rugi, dan celaka.

Ayat 28:

Digunakannya kata bagaimana, bukan mengapa, dalam ayat ini merupakan 'pertanyaan' yang mengandung kecaman dan keheranan. Kata mengapa biasanya dijawab dengan jawaban analitis ilmiah, sedangkan mereka bukan orang-orang yang menggunakan akalnya sehingga tidak wajar mereka ditanya dengan kata 'mengapa'.

Kematian dapat merupakan nikmat bagi yang hidup dan yang mati. Seandainya tidak ada kematian, bumi akan penuh sesak dengan manusia jompo. Kematian juga merupakan nikmat karena ia merupakan pintu gerbang bagi yang taat untuk masuk surga. Kematian adalah proses yang harus dilalui manusia guna mencapai kesempurnaan evolusinya.


Ayat 29:

Firman-Nya: Dia-lah (Allah) yang menciptakan segala yang ada di bumi untuk kamu dipahami oleh banyak ulama, pada dasarnya segala apa yang terbentang di bumi dapat digunakan oleh manusia kecuali jika ada dalil lain yang melarangnya.

Makna Allah menuju ke langit adalah kehendak-Nya untuk mewujudkan sesuatu seakan-akan kehendak tersebut serupa dengan seseorang yang menuju ke sesuatu untuk mewujudkannya dalam bentuk seagung dan sebaik mungkin.

Langit dijadikan-Nya dalam bentuk sebaik mungkin, tanpa sedikit aib atau kekurangan pun.

Sayyid Quthub berkomentar bahwa pesan ayat ini adalah bumi diciptakan buat manusia, agar manusia berperan sebagai khalifah, berperan aktif dan utama dalam peristiwa-peristiwa di bumi serta pengembangannya. Manusia merupakan pengelola bumi dan pemilik alat *Heu, apakah ini merupakan bukti bahwa sesungguhnya manusia diharapkan menjadi kapitalis?*

Lihat note saya yang tentang Al Baqarah 1-20 disini

3 comments:

  1. Mutya, selain tafsir Al Misbah, apakah sudah mengoleksi tulisan bergizi Oom Quraish yang lain ? Semacam Wawasan Al Quran, Mukjizat Al Quran, dan Membumikan Al Quran ?

    Salah satu dari 3 pemikiran beliau itu, yang mempermudah proses saya untuk bertemu dengan Islam, 11 tahun yang lalu. Ikut mempercepat masa- masa menganut atheisme akut pas remaja mula, dengan bahasa yang mudah dan cocok dengan gaya berpikir saya.

    Salah satu yang "menggoncang" saya, adalah sepenggal ayat pendek, Al-Qur’an Surat Al-Anbiya (21) ayat 30, lafalnya “ ….Wa ja’alna minal-ma-i kulla syai-in hayyi…” yang artinya, “ …Dan Kami jadikan dari air segala sesuatu yang hidup…”.

    Saya termasuk skeptik akut, tidak mudah percaya dengan orang, apalagi kalau cuma ayat. Eh, ayat ini menyentil sisi saya yang paling telak, yaitu empirisisme sains yang terukur, terutama biologi, tentang unsur awal kehidupan, berikut unsur dominan kehidupan, dan tanda adanya kehidupan, yaitu : air.

    Kehidupan masih jadi misteri hingga saat ini, dan kitab kuno itu mengusik perhatian saya, tentang hipotesis kehidupan di semesta, apa unsur yang menjadi tanda ? Satu informasi pendek, yang jauh melebihi zamannya, membuat saya menemukan alasan kuat, kenapa saya harus bersujud, merundukkan kepala saya menempel bumi, ada sesuatu yang Mahabesar di balik kebesaran semesta yang bahkan sulit untuk diukur :)

    Subhanallah

    ReplyDelete
  2. Kalau tulisan dari Quraish yang lain yang saya punya cuma "Jin dalam Al Qur'an", Kak Galih. Ketiga judul yang Kak Galih sebutkan saya belum punya maupun membacanya.

    Al Qur'an memang punya sejuta pesona terutama kalau kita mau mengenalnya, mempelajarinya serta mengamalkannya :)

    Beberapa hari yang lalu, Pakdhe saya merekomendasikan untuk membaca Ihya' Ulumuddin. Itu bagus gak, Kak Galih?

    ReplyDelete
  3. Ihya Ulumuddin katanya bagus, tapi yang saya punya adalah Tahafutut Falasifah, tentang konflik antara filsuf beraliran Yunani dan jazirah Arab, lebih kepada kontradiksi dengan inti tafsir Islam.

    Hmm, semua buku pasti bagus Mut, hanya seberapa dalam buku itu bisa menginspirasi kita, itulah yang menjadi pilihan personal.

    ReplyDelete