Monday, December 20, 2010

(Sedikit) Jejak Islam dalam Tembang Jawa

Ingsun amiwiti amuji anyebut asmaning Allah kang murah ing dunya mangke
Ingkang asih ing akhirat kang pinuji datan pegat
Angganjar wong welas asih hangapura wong kang dosa

Sak empune amuji Hyang Widhi, amuji Nabi Muhammad kelawan kawula wargane, kaliyan sohabat sekawanipun
Abu Bakar, Umar, Utsman, sekawan Baginda Ngali

Terjemahan bebas:


Saya berniat memuji menyebut nama Allah yang (Maha) Pemurah di dunia nanti
Yang (Maha) Pengasih di akhirat serta (yang pantas) dipuji tanpa terputus
(Ia) membalas kebaikan orang yang melakukan amal shaleh dan mengampuni orang yang berdosa

Terpujilah Yang Maha Esa, terpujilah Nabi Muhammad bersama ummatnya, sekaligus keempat sahabatnya
Abu Bakar, Umar, Utsman, keempat adalah Baginda Ali *)

***
Jroning Qur'an
Nggone rasa yekti
Nanging jalma tanpa dauninga
Kejaba lawan tuduhe
Nore kena denawur
Ing satemah nora pinanggih
Tiwas kedrawasan temah sasar susur
Yen sira pengin waskita
Sampurnane Al Qur'an kang suci niki sira amegurua

Terjemahan bebas:

Di dalam Qur'an
Terdapat keajaiban
Tetapi manusia tidak mengerti
Kecuali yang mendapat petunjuk
Tak dapat sembarangan
Jika menemui bagian yang tersirat tak dapat ditemui (maknanya)
Jangan berlebihan, jangan sampai tersesat.
Apabila kau ingin berpandangan maju (bijaksana)
Maka pelajarilah Al Qur'an ini.

***

# Kedua tembang di atas merupakan pelajaran yang saya dapatkan dari guru ngaji saya. Setelah saya browsing di internet, ternyata tembang pertama termasuk Asmaradana karangan pujangga Ronggowarsito sedangkan tembang kedua merupakan Dhandhanggulo. Oh ya, ada yang sudah lebih baik menjelaskan tentang tembang kedua di lapak sebelah. Tiga baris pertama pada tembang Asmaradana tersebut  mengingatkan saya pada Al Fatihah.

# Ronggowarsito merupakan pujangga kenamaan yang mengabdi pada Keraton Surakarta. Ia adalah murid dari Kyai Imam Besari. Karyanya yang paling terkenal adalah Serat Kalatida.

# Setelah membandingkan versi yang beredar di internet, tampaknya ada beberapa perbedaan penggunaan kata dalam kedua tembang tersebut. Tapi secara garis besar, masih memiliki makna yang sejalan.

# Tulisan Baginda Ngali pada tembang pertama itu tidak salah ketik. Entah kenapa orang Jawa jaman dulu kalau menyebut Ali itu Ngali. Heu, jadi curiga, kalau Ngalimin itu sebenarnya Alimin trus Ngatiyem itu Atiyem. Huehehe

# Saya menggunakan terjemahan bebas karena kalau harus diterjemahkan per kata saya gak sanggup. Maklum kosakata Jawa saya terbatas. Hehehe....

# Kalau mau lihat pelajaran falsafah Jawa lagi terutama yang terkait ke-Tuhan-an silakan lihat di http://alangalangkumitir.wordpress.com/category/piwulang-kautaman/

# Sebenarnya, punya guru ngaji yang pandai tafsir Qur'an dan falsafah Jawa merupakan mimpi saya sejak SMP. Syukur alhamdulillah akhirnya kesampaian juga setelah 7 tahun lulus SMP. Padahal jaman segitu belum suka budaya Jawa dan itu merupakan mimpi iseng. Huehehehe.... Intinya sih mau bilang kalau mimpi itu bisa jadi kenyataan meskipun terkadang butuh waktu dan tentunya usaha *sok bijak*. Dan oh, ternyata harus hati-hati kalau punya mimpi karena bisa terwujud. Hahahaha...

# Maaf catatan kakinya banyak sekali :D

2 comments:

  1. hmmm... kalau gitu mulai sekarang mimpi yang bagus2 aja ah.. sapa tau 7 tahun lagi bisa kesampaian. hehe...

    salam kenal non... :)

    ReplyDelete
  2. Ehehehe.... Betul itu. Kalau mimpi sekalipun iseng harus yang positif :D

    salam kenal juga :D

    ReplyDelete