Thursday, April 28, 2011

Lessons Learned from The Blind Side Movie


Courage is a hard thing to figure. You can have courage based on a dumb idea or mistake, but you're not supposed to question adults, or your coach or your teacher, because they make the rules. Maybe they know best, but maybe they don't. It all depends on who you are, where you come from. Didn't at least one of the six hundred guys think about giving up, and joining with the other side? I mean, valley of death that's pretty salty stuff. That's why courage it's tricky. Should you always do what others tell you to do? Sometimes you might not even know why you're doing something. I mean any fool can have courage. But honor, that's the real reason for you either do something or you don't. It's who you are and maybe who you want to be. If you die trying for something important, then you have both honor and courage, and that's pretty good. I think that's what the writer was saying, that you should hope for courage and try for honor. And maybe even pray that the people telling you what to do have some, too. [Michael Oher]

 Saya sering menyukai film-film yang berdasarkan kisah-kisah nyata yang inspiratif. Salah satunya adalah film The Blind Side ini. Film ini cukup "menyenangkan" karena mengangkat nilai-nilai kekeluargaan di tengah berondongan film Hollywood yang penuh dengan kekerasan, maupun hal-hal "negatif" lainnya.

Film ini mengangkat kisah Michael Oher yang berasal dari keluarga yang berantakan dan lingkungan yang dekat dengan kekerasan antar geng. Big Mike beruntung karena dia bertemu dengan keluarga Touhy, keluarga kaya yang penuh rasa kepedulian terhadap sesama. Oleh keluarga Touhy, Big Mike ditampung dan akhirnya menjadi bagian dari keluarga tersebut secara resmi.

Dari film ini, saya belajar tentang cara mendidik anak. Pertama, speak with their language, please! Hal ini saya amati dari interaksi anggota keluarga Touhy dengan Michael. Salah satu contoh yang paling saya ingat adalah ketika Leigh Anne mencoba menerjemahkan maksud dari pelatih football kepada Michael dengan bahasa yang mudah ia pahami. Dengan menggunakan bahasa yang "sama" dengan mereka, proses belajar mengajar akan lebih mudah dilakukan.

Kedua, kenali kepribadian dan kebutuhan dari tiap anak. Meskipun dibesarkan dari keluarga yang sama, tidak ada jaminan bahwa kepribadian kakak beradik itu juga sama. Ini terlihat dari karakter Jae dan Collins Touhy. Jae sangat ekspresif sedangkan Collins lebih memendam perasaannya. Dengan mengenali karakter dari tiap anak, kita juga bisa menyesuaikan cara mendidik yang lebih tepat bagi mereka. Contohnya, Michael memiliki karakter yang unik dengan naluri melindungi yang sangat tinggi. Maka, cara Leigh Ann dalam mendidik Michael selalu dikaitkan dengan naluri melindungi tersebut. Mungkin, ada baiknya bagi orang tua untuk mengadakan tes kepribadian bagi setiap anak mereka. Karena yang saya lihat, "banyak" orang tua yang tak mampu mengenali karakter dan kebutuhan anak, sehingga terjadi konflik yang dapat membuat anak-anak merasa tertekan.

Ketiga, tanyakan dan hargailah keinginan anak. Seperti adegan ketika Michael hendak memutuskan tim mana yang akan ia bela. Keluarga Touhy membuat kesalahan pada awalnya karena berusaha "meracuni" pikiran Michael dengan "mengarahkan" untuk memilih Ole Miss dibandingkan Tennessee. Padahal, Michael sempat menyukai Tennessee meskipun akhirnya memilih Ole Miss. Setidaknya, keluarga Touhy menyadari kesalahan mereka itu dan membiarkan Michael mengambil keputusannya sendiri. Leigh Ann berjanji akan tetap mendukung Michael, apapun keputusannya.

Keempat, usia biologis tidak berkorelasi langsung terhadap ilmu pengetahuan. Hal ini bisa kita lihat ketika Jae melakukan negosiasi dengan para pelatih yang mendekati Michael.

Kesimpulannya, dibutuhkan kerjasama antara kedua orang tua untuk membangun suasana yang mendukung tumbuh kembang anak yang optimal dengan cara-cara yang positif.


3 comments:

  1. Hmm, waktu nonton film ini, beberapa informasi tersirat yang langsung masuk adalah :
    1. Keluarga itu Republiken
    2. Wilayahnya di AS bagian selatan
    3. Keluarga itu protestan taat
    4. Ada segregasi tak terlihat antara kulit putih- hitam, dilihat dari kondisi Oher.

    Keempat poin itu ternyata dikonfirmasi di bagian akhir film.

    Gambaran birokrasi yang menjemukan ( Mutya amati kan, saat pengurusan adopsi), serta memang rumit pola kehidupan di AS.Sandra bermain bagus di film ini.

    Adanya mobilitas vertikal lewat kecerdasan psikomotorik ( olah raga), ini yang saya masih cari tahu, bagaimana untuk Indonesia ke depan. Saat ini, mobilitas vertikal lewat jalur pendidikan, masih diskriminatif untuk kecerdasan kognitif saja. Kecerdasan afektif (sikap) dan psikomotorik ( gerak raga), belum mendapatkan porsi optimal.

    Kalau Mutya suka mengobservasi soal pendidikan, model pembelajaran, pendidikan karakter, dan pendidikan di keluarga, punya pendapat apa tentang pendapat saya ?

    ReplyDelete
  2. Kak Galih menyimpulkan dari mana kalau keluarga tersebut Republiken?

    Sandra bermain bagus di film ini, tapi saya lebih suka dengan akting Quinton Aaron. Dia dapat memerankan bocah pemalu dengan sangat baik, terlihat natural. Seolah-olah tampak ada kelembutan hati dibalik tubuh yang sangat besar itu :D

    Sampai saat ini, pendidikan olah raga memang masih dipandang sebelah mata. Bahkan sebagian murid menganggap bahwa pelajaran olah raga itu menakutkan *termasuk saya dulu :D*. Itu karena image dari para guru yang biasanya galak dan menyeramkan.

    Tapi saya pikir, kalau pendidikan olah raga di luar sekolah, bisa lebih mendorong sisi kecerdasan afektif. Biasanya yang mendorong kecerdasan afektif ada di olah raga bela diri. Bisa juga di permainan yang mengutamakan kerjasama tim.

    ReplyDelete
  3. [ Kak Galih menyimpulkan dari mana kalau keluarga tersebut Republiken? ]

    Dari kultur keluarganya, sangat terlihat beda, antara Demokrat dan Republiken, coba Mutya amati deh...

    ReplyDelete