Wednesday, April 20, 2011

Lessons Learned From Al Baqarah 75-82 (Taken From Al Mishbah)



Kelompok ayat ini menceritakan tentang sifat-sifat buruk Banii Israa'iil, yang hidup pada masa Nabi Muusaa as., ternyata diwarisi oleh sebagian generasi yang lahir setelah mereka. Oleh karena itu Allah mengingatkan Nabi Muhammad dan umat Islam untuk tidak mengharap banyak dari mereka. Alasan dari tindakan tersebut dibahas dalam ayat 75-78.


Ayat 75:

Uraian ayat ini menyangkut Banii Israa'iil yang ditujukan kepada kaum muslimin yang mengingatkan kaum muslimin agar tidak terpedaya oleh ulah dan tipu daya mereka, tidak juga menaruh harapan berlebihan dari mereka.

Mengharap atau tamak dalam istilah ayat 75 hanya wajar menyangkut apa yang kira-kira ada di dalam kemampuanmu. Kalau mengharap sesuatu yang berada di luar kemampuan, akan merugikan diri sendiri maupun orang lain. *Ini nasihat beda ama Pak Mario punya kayaknya....  Seingat saya, Pak Mario pernah bilang, kalau minta sama Tuhan itu sesuatu yang 'sulit' dicapai, karena kalau minta yang 'mudah' seperti meragukan kemampuan Tuhan..... Hmmmm.... Eh tapi, tunggu sebentar, dalam kasus ini yang disebut mungkin berkaitan dengan keinginan Nabi Muhammad agar seluruh manusia beriman kepada Allah (baca Al Mishbah halaman 281)*

Penggalan kalimat lakum pada ayat ini mengisyaratkan bahwa sebenarnya mereka percaya kepada Rasul saw. dan kebenaran ajaran Islam, tapi mereka enggan mengakuinya karena dengki dan iri hati. Makna ini sejalan dengan QS Al Baqarah: 146.

Objektivitas al Qur'an dapat terlihat pada kata "segolongan dari mereka", bukan semua. Jadi, yang mengubah firman Allah hanya sebagian dari mereka. Namun, larangan berharap terlalu besar tetap dinasihatkan serta berlaku terhadap semua orang Yahudi. Karena, yang segolongan ini boleh jadi lebih kuat pengaruhnya atau lebih pandai mengemas kebatilan daripada muslimin dalam mengemas kebenaran dan keindahan Islam. *Jadi ingat pelajaran mengenai marketing strategy*


Meskipun dilarang mengharap terlalu banyak, kita masih diperintahkan untuk berdakwah, mengajak mereka kepada kebenaran. Hal ini dilakukan karena salah satu tujuannya adalah menutup dalih yang boleh jadi akan mereka ucapkan di akhirat nanti bahwa: "Kami tidak tahu tentang ajaran Islam karena tidak ada yang menyampaikan kepada kami." Hal ini sejalan dengan QS Al Maa'idah: 19.

Ayat 76-77:

Menurut Al Biqaa'i, ayat ini seakan menyatakan bahwa orang-orang yang disebut pada ayat 75 sedemikian durhakanya jepada Allah dengan menyembunyikan kandungan firman-Nya & memutarbalikkannya, dan mereka hampir-hampir tidak pernah berucap benar.

Mereka berbuat munafik dengan mengaku memeluk Islam. Kemudian ketika mereka kembali ke kaum mereka (Yahudi), ada yang mempertanyakan sikap mereka: Mengapa kalian menyampaikan bahwa dalam kitab Taurat disebutkan tentang kedatangan Nabi Muhammad? Padahal jika demikian, itu akan memperkuat posisi umat Islam dalam menghadapi orang-orang Yahudi. Padahal Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

Tidaklah sama antara orang yang mengakui kebenaran lalu menutup-nutupinya (menjadi munafik) dengan yang tidak mengakuinya walaupun dia mengetahui.

Ayat 78:

Ayat ini membicarakan orang-orang bodoh yang tidak dapat mengerti lagi keras kepala dan buruk perangainya. Menurut al Biqaa'i, kelompok orang ini lebih buruk daripada yang dibicarakan pada ayat 76-77, karena kelompok orang pada ayat 76-77 adalah orang yang mengetahui tentang kitab suci sehingga dengan mengingatkan atau menunjukkan kekeliruannya, mereka bisa jadi akan malu dan memperbaiki diri.

Orang-orang bodoh itu amaani, hanya berangan-angan belaka yang lahir dari kebohongan yang disampaikan pendeta-pendeta Yahudi tanpa ada dasarnya dan mereka hanya menduga-duga.

Kata amaani adalah bentuk jamak dari umniyyah yang dapat berarti angan-angan, harapan-harapan kosong, dongeng-dongeng, atau kebohongan. Dapat juga berarti bacaan tanpa upaya pemahaman atau penghayatan. Seseorang berbohong karena:

1. Dia mengharapkan sesuatu sesuai dengan apa yang diberitakannya.
2. Harapan yang tidak tercapai akan mendorong pengharap berbohong atau membohongi diri sendiri dengan membayangkan yang tidak terdapat di dunia nyata.

Keyakinan batil adalah kebohongan atau hal-hal yang dianggap oleh yang bersangkutan sebagai sesuatu yang hak dan benar padahal dia tidak demikian.

Membaca sesuatu tanpa dipahami atau tanpa dihayati tujuannya sama saja dengan bohong. *Beuh, berasa kesepet*

Kata ummiyyuun mengandung arti orang-orang yang tidak memiliki pengetahuan tentang kitab suci atau bahkan mereka yang buta huruf. Ummiyyuun terambil dari kata umm, yakni ibu. Seakan-akan keadaan mereka dari segi pengetahuan sama dengan keadaannya ketika baru dilahirkan oleh ibunya.

Ibn 'Abbaas menafsirkan kata ummiyyuun dalam arti tidak mengetahui makna pesan-pesan kitab suci, meskipun boleh jadi mereka menghafalnya. Keadaan itulah yang disebutkan dalam QS al Jumu'ah: 5, sebgai keledai yang memikul buku-buku.

Angan-angan, dongeng, dan bacaan yang tidak dihayati merupakan sifat sebagian orang Yahudi, bahkan sebagian orang beragama termasuk umat Islam.

Ayat 79:

Ayat ini menjelaskan akibat dari keburukan sifat yang disebutkan pada ayat sebelumnya. Akibat itu adalah himpunan dari segala macam siksa atau lembah di neraka yang disediakan bagi semua orang yang menulis dengan tangan mereka sendiri sesuatu atas dorongan hawa nafsunya di dalam al-Kitab yang diturunkan Allah. Lalu dikatakannya bahwa apa yang dituliskan itu berasal dari Allah, dengan maksud memeroleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu.

Salah satu penyebab utama dari keengganan sementara orang Yahudi (apalagi yang termasuk ummiyyuun) untuk beriman, adalah para pemuka agama mereka yang mengubah kitab Taurat; mengajarkan kepercayaan yang keliru; dsb. Mereka tidak menjalankan fungsi kecendikiawanan dan pengetahuan agama mereka untuk mengantar umatnya menuju jalan yang benar. *Heu, berati pendakwah harus selalu punya keinginan untuk belajar kan?*

Kata bi aidhiihim/dengan tangannya sendiri mengisyaratkan bahwa perubahan kitab Taurat itu dilakukan oleh para pemuka agama Yahudi dengan amat sengaja, bersungguh-sungguh, dan tidak menugaskan orang lain untuk melakukannya.

Kalimat tsamanan qalilan/keuntungan yang sedikit artinya kepentingan duniawi berupa pangkat, kedudukan, pengaruh, dan materi. Semua itu dinilai sedikit jika dibanding dengan kerugian dan kebinasaan yang akan menimpa mereka kelak. Kecelakaan tersebut menimpa mereka dua kali; pertama sewaktu menulis pemutarbalikkan kitab suci, dan kedua akibat dosa-dosa yang terus menumpuk di atas pundak mereka.

Ayat ini dipahami sementara ulama sebagai isyarat jelas menyangkut apa yang dialami oleh Banii Israa'iil dan kitab suci Taurat setelah pembumihangsan Bait al Maqdis tahun 588 SM. Ketika itu, Taurat disimpan di satu tempat dan ikut terbakar padahal ia tidak dihafal oleh masyarakatnya, apalagi hanya imam-imam Banii Lawi yang bertugas memeliharanya. Nabi Muusaa pun, menurut Perjanjian Lama Kitab Ulangan 31: 9, hanya mewajibkan pembacaan hukum Taurat setiap tujuh tahun. *Heu, masa hidup umat Nabi Muusaa rata-rata berapa lama ya?* Karena itu, walaupun boleh jadi ada usaha menulisnya kemabli ketika itu, karena Taurat tidak tersebar luas bahkan tidak dihafal maka tentu saja telah terjadi perubahan-perubahan, apalagi ketika itu telah terjadi kedurhakaan dan penyelewengan agama dari masyarakat Yahudi. Kemudian, Bait al Maqdis dihancurkan lagi oleh Titus tahun 40 M. Taurat yang telah ditulis kembali sebelum ini, dan yang pasti tidak otentik lagi itu, terbakar lagi. Orang-orang Yahudi pun bertebaran di seluruh penjuru melarikan diri dari kekejaman Titus. Ini menjadikan Taurat semakin jauh dari keasliannya, karena itu, para peneliti agama menjelaskan bahwa Taurat telah mengalami perubahan dan apa yang ada sekarang bukan asli lagi, paling tidak sebagian di antaranya. Sementara pakar berkata bahwa Kitab Ulangan dari Perjanjian Lama ditulis oleh seorang Yahudi yang bermukin di Mesir pada masa raja Yusyia, salah seorang penguasa Yahudi.

Ayat 80:

Ayat ini memberi salah satu contoh dari pemutarbalikkan kandungan kitab Taurat, yaitu mereka mengatakan bahwa mereka sekali-kali tidak akan disentuh oleh api neraka kecuali hanya beberapa hari saja yang akan segera berlalu.

Allah mengajarkan kepada Nabi Muhammad saw. dan umatnya untuk menjawab angan-angan mereka dengan menolak anggapan mereka dan mengecamnya dengan berkata: "Sudahkah kamu menerima menyangkut apa yang kamu katakan itu janji dari Allah sehingga Allah tidak akan memungkiri janji-Nya dan kamu benar-benar tidak akan disentuh api neraka kecuali beberapa hari? Sudah adakah janji itu ataukah kamu mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui?

Redaksi yang diajarkan Allah kepada Nabi Muhammad saw. dan umatnya untuk diajarkan kepada Banii Israa'iil itu tidak secara kasar menuduh mereka berbohong.

Ayat 81-82:

Sebenarnya, tidak ada janji dari Allah seperti yang diangankan oleh Banii Israa'iil seperti pada ayat 80. Bukan juga karena mereka tidak tahu. Sumber masalahnya adalah sikap pemutarbalikan mereka. Tetapi, yang benar adalah barang siapa berbuat dosa, yakni mempersekutukan Allah dan ia diliputi oleh dosanya sehingga seluruh segi kehidupannya tidak mengandung sedikit ganjaran pun akibat ketiadaan iman kepada Allah., mereka itulah penghuni mereka dan mereka kekal di dalamnya. Dan orang-orang yang beriman dengan iman yang benar sebagaimana diajarkan oleh nabi-nabi mereka serta beramal saleh sesuai dengan tuntunan Allah dan rasul, mereka itu penghuni surga dan mereka kekal di dalamnya.

Kalimat kasaba sayyi'atan bermakna berbuat dosa. Biasanya, kata kasaba digunakan untuk perolehan atau perbuatan yang menguntungkan; atau untuk sesuatu yang bermanfaat buat pelakunya. Maka, redaksi ini mengisyaratkan bahwa dosa-dosa yang mereka lakukan itu telah meresap dalam jiwa mereka sehingga mereka melakukannya dengan mudah dan menganggapnya suatu perolehan yang menguntungkan. Ini adalah ulah setan yang memperindah keburukan di amata orang-orang yang durhaka.

Kalimat ahaathat bihii khathii'atuhuu/ ia telah diliputi oleh dosanya, dalam arti ia berada dalam satu lingkaran yang menjadikan ia tidak dapat melepaskan diri, dan tidak pula terdapat dalam aktivitasnya sesuatu yang dapat diberi ganjaran. Atas dasar ini, sekian banyak ulama memahaminya dalam arti yang bersangkutan tidak memiliki iman dan hidup dalam kekufuran karena hanya kekufuran yang menjadikan seluruh amal baik, sekalipun, tidak diterima Allah swt. berdasar QS al Furqaan: 23.

Melalui ayat ini, Allah menetapkan tolok ukur pasti, adil, dan berlaku umum tentang keberadaan di neraka.

Kalau mau lihat post sebelumnya, klik disini.



1 comment:

  1. Ketika Rasulullah Saw. menantang berbagai keyakinan bathil dan pemikiran rusak kaum musyrikin Mekkah dengan Islam, Beliau dan para Sahabat ra. menghadapi kesukaran dari tangan-tangan kuffar. Tapi Beliau menjalani berbagai kesulitan itu dengan keteguhan dan meneruskan pekerjaannya.

    ReplyDelete