Friday, November 5, 2010

Kaya = Bahagia?



Apa sih definisi bahagia menurut kamu?


Beberapa orang, mengatakan bahwa bahagia erat kaitannya dengan terpenuhinya kebutuhan finansial alias KAYA. Tapi pernahkah kau bertanya pada mereka yang telah bergelimang harta tentang perasaan mereka? Benarkah mereka bahagia?

Berdasarkan observasi yang saya lakukan di lingkungan sekitar terhadap kenalan, teman maupun kolega, tampaknya kebahagiaan tak berbanding lurus dengan kuantitas aset mereka. Banyak dari mereka yang kaya dari segi materi namun tergolong miskin dari segi kekayaan batin. Bahkan tak jarang jiwa mereka menjerit....

Bagi saya, tak semua anak orang kaya itu berbakat kaya. Apa maksudnya? Begini, orang yang berbakat kaya memiliki kemampuan untuk terus menambah pundi uang mereka dan selalu dapat mensyukurinya. Faktor yang paling esensial adalah RASA SYUKUR. Karena tanpanya, seolah harta mereka tak pernah memuaskan dahaga. Tak peduli walau rekening mereka terus membengkak, tanpa rasa syukur, selalu saja ada perasaan yang gamang dan tak tenang. Ada juga yang hidupnya selalu dihantui oleh perasaan bahwa harta mereka harus 'dijaga' dengan sebaik mungkin alias terlalu perhitungan jika menyangkut kepentingan orang lain. Bahkan ada juga yang selalu membawa kalkulator kemanapun mereka pergi, seriously. *Ohhh, betapa sesak rasanya jika harus hidup seperti itu :( *

Gue: Heh, jadi lo bilang kalau menjadi kapitalis itu sesuatu yang jelek, begitu?

Saya: Oh, tidak :) . Menjadi kapitalis itu bukan sesuatu yang jelek. Bahkan, itu adalah sesuatu yang luar biasa jika diiringi dengan rasa empati (EQ) dan syukur (SQ).

Gue: Cuih, SQ!!! Jangan dihubungkan dengan sisi spiritual. Spiritual dan kapitalisme adalah hal yang berbeda. Mereka tak dapat disatukan!

Saya: Oh, ya? Anda yakin? :)

Gue: Yakinlah. Tuh buktinya (hampir) tak ada pesantren yang mengajarkan ilmu entrepreneurship kepada para santrinya.

Saya: Hahaha.... Untuk urusan kurikulum, memang ada isu ada campur tangan dari pihak lain. Ah, alangkah indahnya jika mereka juga diajarkan tentang kemandirian ekonomi. Bukankah ibadah itu juga perlu uang? Mau haji pakai uang, mau zakat pakai uang. Bahkan untuk shalat juga perlu uang untuk membeli pakaian yang menutup aurat :D

Gue: Permasalahannya, siapa yang mau mengubah sistem mereka? Situ sanggup?

Saya: *garuk-garuk kepala sambil cengar-cengir*

NB: Terinspirasi oleh tulisan seorang teman diskusi yang menyenangkan :)

No comments:

Post a Comment