Thursday, May 12, 2011

Between Envy, Intrigue, and Motives



If malice or envy were tangible and had a shape, it would be the shape of a boomerang.  [Charley Reese]

 ***

Untuk menemukan dan memetakan motif dari "setiap orang", adalah pekerjaan yang sangat menantang. Jika motif untuk melakukan sesuatu tindakan berdasarkan hal-hal negatif seperti iri hati, maka hasilnya justru akan berbalik pada diri sendiri. Kepandaian memetakan medan, pemain, serta motif merupakan sesuatu hal yang sangat berharga. Diperlukan suatu objektivitas agar hasil pengamatan bersifat "jelas". Salah satu latihan untuk mengasah kepandaian tersebut adalah dengan terjun langsung ke dalam intrik. Tapi saya sarankan, hanya sebagai pengamat, bukan pemain.

2 comments:

  1. [ Tapi saya sarankan, hanya sebagai pengamat, bukan pemain. ]

    Bentuk observasi, pengumpulan data, sampai ke pemetaan dan pemodelan, bisa digunakan dua metode :

    1. Covert Operation : Tidak diketahui siapapun, kecuali oleh operator dan sponsor.

    2. Clandestine Operation : Tidak diketahui oleh siapapun, bahkan operator tidak boleh tahu sponsor.

    [ Kepandaian memetakan medan, pemain, serta motif merupakan sesuatu hal yang sangat berharga. ]

    Ini mungkin bisa saya sarankan, ganti idiom "Kepandaian" dengan "Keterlatihan". Terlatih cenderung lebih berpeluang bertahan lebih lama dan aplikatif di lapangan, dibanding "Pandai". Prinsip dasarnya memang, sepandai- pandai seorang individu, maka yang terlatihlah, yang mampu menghasilkan performa terbaik.

    [ Untuk menemukan dan memetakan motif dari "setiap orang", adalah pekerjaan yang sangat menantang. ]

    Ini, yang jadi prinsip awal HR ya, kan Mutya ? Mengetahui dan memetakan motif sebagai objek, bukan langsung menghakimi subjek. Karena bisa jadi, motif beririsan antar subjek. Dan "objek" berupa "motif" itu, yang harus digandakan ke masing- masing "subjek".

    "Motif" yang sudah terintegrasi ke subjek, itulah yang disebut dengan "motivasi". Ketika "motivasi" itu, sudah tergandakan di masing- masing "subjek", itulah yang disebut dengan "membangun budaya", atau membangun adab bersama ( peradaban).

    Ini, berarti Mutya, sudah menggabungkan dasar- dasar dari disiplin ilmu berikut ini : intelijen, memetika ( biologi evolusioner- informatika- antropologi), psikologi komunal, dan logika skolastik ( matematis).

    That's what I call as "Connecting The Dots". Melakukan proses interkoneksi, antar disiplin ilmu, untuk memecahkan masalah ( problem solving), atau membangun konfigurasi ( configuring innovation) yang bisa menjadi solusi baru.

    Gaya kognitif divergen :)

    ReplyDelete
  2. Saya waktu menulis [ Kepandaian memetakan medan, pemain, serta motif merupakan sesuatu hal yang sangat berharga. ] teringat dengan perkataan Kak Galih bahwa kepandaian bisa bersifat bawaan. Memang perlu latihan juga agar bakat itu dapat ter-optimalkan.

    [Ini, yang jadi prinsip awal HR ya, kan Mutya ?] Heu, bukannya ini prinsip psikologi?

    [ni, berarti Mutya, sudah menggabungkan dasar- dasar dari disiplin ilmu berikut ini : intelijen, memetika ( biologi evolusioner- informatika- antropologi), psikologi komunal, dan logika skolastik ( matematis).]

    Oh ya? Saya malah gak sadar. Hehehehe....

    Di bagian mana ada logika skolastik matematis? Di bagian quote yah?

    ReplyDelete