Monday, June 17, 2019

Trend Relijiusitas

Kalau menilik trend yang sedang berkembang di kalangan teman-teman kami, ekspresi relijiusitas sedang naik. Termasuk membeli boneka yang dapat melantunkan ayat suci. Melihat trend tersebut, saya bertanya pada suami, "Perlukah membeli boneka yang berisi lantunan quran untuk anak kami?"

Saya memiliki kekhawatiran kalau saya membelikannya boneka tersebut, saya seperti sedang menanamkan dogma. Bertanya lagi apakah urgensi membuat anak menjadi hafidz atau hafizah. Yang katanya bisa memberikan mahkota pada ortu..... Apakah ini bentuk keegoisan kami? Karena ‘meminta’ mahkota tersebut? Sementara sudah beberapa tahun ini saya absen mendaraskan Al Qur'an. Saya lebih nyaman ketika membedah triliteral roots dari bahasa Qur'an. 


Berbeda ketika masa kuliah dulu, lingkungan saya ketika itu memang sangat kondusif untuk mendaraskan Al Qur'an. Tapi karena ada beberapa pengalaman traumatik seputar pengajian, saya semakin jarang melafazkan Qur'an. Dua diantara pengalaman itu adalah 1) Entah kenapa saya sering dapat mubalighah yang menganggap bahwa yang datang ke perkumpulan tersebut adalah orang baik, orang pilihan. Darimana kita mengetahui bahwa kita memang termasuk pilihan Tuhan? Mengapa merasa lebih baik dari manusia lain yang kita sama sekali tak mengetahui isi hatinya maupun spiritualitasnya? 2) Mereka sering membahas tentang surga dan neraka; tentang pahala dan dosa; bahkan tentang penggambaran Allah. Bagaimana mereka bisa membahas semua itu kalau belum mati lalu berhadapan langsung dengan Allah? Mungkin buat kamu pertanyaan tadi itu aneh, tapi buat saya itu sangat penting. Tiga topik yang telah saya sebutkan tadi, apakah jawaban yang mereka elaborasikan merupakan tafsiran mereka sendiri ataukah orang lain? Tafsiran yang manapun, bukankah tetap produk dari akal manusia? Yang bisa saja benar maupun bisa saja salah. Wallahua'lam. 

Ketika memori pengalaman 'traumatik' tadi muncul, ada keengganan untuk melafakan Qur'an. Seperti yang telah dituliskan di atas, saya jadi jauh lebih nyaman untuk mempelajari triliteral roots-nya.

Saya berpikir, apakah jalan menuju keshalihan dan kebenaran hanya ada satu, ataukah ia terdiri dari banyak jalan? Apakah ia harus melalui proses melafazkan Qur'an? Atau ini semua hanya pembenaran saya saja ketika malas melafazkan Qur'an? Wallahua'lam. 

Apapun itu, yang pasti, sampai saat ini saya masih mendoakan Sakya selalu berada di jalan yang lurus. Jikalaupun saya atau suami sekarang dalam proses mencari jalan yang lurus -- which means, we could be in a wrong direction as for now -- tetap, doa kami agar Sakya selalu dibimbing Allah di jalan yang lurus dan benar. 

No comments:

Post a Comment