Katakanlah: "Jika negeri akhirat itu khusus untuk kamu di sisi Allah, bukan untuk orang lain, maka inginilah kematian jika kamu memang benar." Dan sekali-kali mereka tidak akan mengingini kematian itu selama-lamanya karena apa yang telah diperbuat oleh tangan mereka (sendiri). Dan Allah Maha Mengetahui orang-orang yang aniaya."
Al Biqaa'i & Sayyid Quthub menilai ayat 94 & 95 bermaksud menyampaikan beberapa bantahan dalam satu kesempatan, yaitu bantahan terhadap ucapan Yahudi bahwa mereka hanya beberapa hari saja di neraka & bahwa surga diciptakan hanya untuk mereka karena mereka adalah kekasih Allah. Sedangkan Ibn 'Aasyuur menilai bahwa ayat 93 hanya membantah pernyataan bahwa mereka beriman kepada apa yang diturunkan kepada mereka, kemudian ayat 94-95 memerintahkan Nabi untuk membantah kandungan yang tersirat dalam ucapan mereka itu.
Bagaimanapun juga, jalan untuk memasuki dunia akhirat adalah kematian. Jika benar ucapan orang Yahudi bahwa mereka adalah kekasih Allah, tentunya mereka menginginkan kematian. Akan tetapi, membayangkan kematian pun tidak mereka inginkan.
Kata lan dalam ayat ini digunakan untuk menafikan sesuatu untuk selama-lamanya. Allah mengetahui isi hati semua makhluk dan menyelami pikirannya masing-masing. Pada dasarnya, semua orang ingin hidup lama, tetapi ada yang bersedia mengorbankan jiwanya untuk meraih sesuatu yang luhur di akhirat kelak.
Perintah kepada Yahudi agar menginginkan kematian tidak bertentangan dengan larangan Nabi saw. bagi umat Islam untuk menginginkan kematian. Karena, perintah ini berkaitan dengan pembuktian ucapan-ucapan mereka, sedang larangan Nabi saw. berkaitan dengan keputusasaan menghadapi kesulitan hidup. Keinginan untuk mengorbankan diri dan mati sebagai syahid, sama sekali tidak terlarang dalam agama. *Hmmm.... Akan tetapi, penafsiran terhadap mati syahid pun bisa berbeda-beda*
Sementara ulama, seperti Ibn 'Aasyuur dan asy-Sya'raawi, menjadikan Al Baqarah ayat 94-95 sebagai salah satu bukti kebenaran al Qur'an.
Ayat 96:
Sungguh demi Tuhanmu, wahai Muhammad saw., engkau pasti akan mendapati, yakni mengetahui mereka yang mengaku kekasih Allah itu adalah manusia, yakni anak cucu Adam semuanya yang paling loba atas kehidupan duniawi, bahkan (lebih loba lagi) dari orang-orang musyrik karena sejak semula orang musyrik tidak percaya pada Allah dan Hari Kemudian sehingga hidup mereka hanya dihabiskan untuk meraih kenimatan duniawi. Masing-masing mereka ingin seandainya diberi umur seribu tahun, padahal itu sekali-kali tidak akan menggesernya sedikit pun dari siksa. Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.
Bentuk kata hayaah/kehidupan dalam ayat tersebut adalah nakiirah atau indefinite.
Mengenai angka 1000 yang disebut dalam ayat ini, ada dua hal yang dibahas, yaitu:
- Bisa jadi 1000 tahun yang dimaksud tidak menggunakan standar 365 hari dalam setahun seperti yang kita gunakan saat ini. Jika menilik pada contoh kasus Nabi Nuuh as. yang hidup selama seribu tahun kurang lima puluh tahun, bisa jadi setahun pada masa Beliau sama dengan semusim pada saat ini. Dengan standar tersebut, 12 bulan masa kini berarti 4 tahun di masa itu.
- 1000 tidak harus dipahami di atas 999 dan di bawah 1001. Menurut Quraish, hal tersebut digunakan untuk menggambarkan keinginan orang Yahudi untuk menentukan masa hidup mereka.
Padahal, keimanan tentang kehidupan akhirat merupakan sebuah kenikmatan tersendiri..... *Quraish Shihab tidak menjelaskan secara detail tentang kenikmatan apa yang dimaksud. Hmmmm, kalau saya pikir, dengan mengimani bahwa akan ada sebuah hari pembalasan dengan hakim yang Mahaadil, maka kita tidak akan dilanda kekhawatiran di kehidupan dunia jika menemui kesulitan. Ini hanyalah tafsiran saya mengenai kalimat tersebut. Bisa benar, bisa juga salah. Wallahu a'lam*
Ayat 97:
Katakanlah: "Barang siapa yang menjadi musuh terhadap Jibriil, maka sesungguhnya dia telah menurunkannya (al Qur'an) ke dalam hatimu dengan seizin Allah; membenarkan apa (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita bagi orang-orang yang beriman."
Ayat ini masih merupakan kecaman terhadap orang Yahudi yang hidup pada masa Nabi Muhammad saw. Diriwayatkan bahwa mereka berkata, "Kami membenci malaikat Jibril karena malaikat itu membawa bencana, menyampaikan wahyu, dan membongkar rahasia kami kepada Nabi Muhammad saw." Konon, mereka menyukai malaikat Mikail karena membawa rahmat, menurunkan hujan & menumbuhkan tumbuhan.
Karena Jibriil adalah makhluk Allah yang sangat taat, maka barang siapa yang memusuhinya sama artinya dengan memusuhi Allah; Tuhan yang menciptakan dunia, langit beserta isinya.
Permusuhan orang Yahudi terhadap Jibriil mengherankan karena pada saat yang bersamaan, mereka mengakuinya sebagai utusan Tuhan. Baca Perjanjian Lama Daniel 8: 15-16 dan Daniel 9: 22-23.
Kata Jibriil adalah kata majemuk yang terdiri dari kata jib yang dalam bahasa Ibrani berarti hamba atau kekuatan, sedang kata kedua adalah iil yang merupakan salah satu nama Allah.
Ayat 98:
"Barang siapa yang menjadi musuh terhadap Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibriil dan Mikaa'iil, maka sesungguhnya Allah adalah musuh terhadap orang-orang kafir."
Ayat ini merupakan lanjutan komentar atas sikap sementara orang Yahudi kepada malaikat Jibriil. Seseorang dinilai memusuhi Allah jika ia melanggar perintah-Nya dengan sengaja dan angkuh. Tetapi, ia tak dapat menimpakan suatu mudharat-pun kepada-Nya.
Ada yang berpendapat bahwa kata Mikaa'iil terambil dari kata malakuut Allah, ada juga yang memahaminya serupa dengan kata jibriil yakni miik berarti hamba dan iil berarti Tuhan. Hanya saja kata miik mengandung makna pengecilan, yakni hamba Allah yang kecil atau dalam bahasa Arab, 'Ubaidillaah. Sedangkan Jibriil merupakan 'Abdullaah/hamba Allah tanpa mengandung makna pengecilan.
Menurut Quraish, ayat 98 menegaskan dua hakikat yang berlaku umum, yaitu:
- Allah tidak membeda-bedakan para rasul dan malaikat-Nya. Yang memusuhi mereka atau salah satu dari mereka akan menjadi musuh Allah.
- Sanksi terhadap pelanggaran tersebut akan berlaku terhadap siapa pun yang kafir & memusuhi-Nya, atau memusuhi salah satu malaikat atau makhluk yang taat kepada-Nya.
Ayat 99:
Melalui ayat ini, Allah menghibur Rasulullah sekaligus memuji kitab suci al Qur'an
Dan demi (Tuhan), tidaklah wajar orang-orang yahudi itu - bahkan siapa pun - menolak kebenaran al Qur'an karena sesungguhnya Kami Allah Yang Mahaagung dengan menugaskan malaikat Jibriil, telah menurunkan kepadamu, wahai Muhammad, ayat-ayat yang jelas kandungannya serta bukti-bukti kebenarannya dan kebenaranmu sebagai Rasul; dan karena itu, tidak ada yang ingkar kepadanya, dari orang-orang yang hidup pada masamu atau sesudahmu, melainkan orang yang fasik."
*Hmmm, ayat ini membuat saya bertanya tentang keberadaan ayat-ayat yang maknanya tersembunyi..... Lupa namanya apa. Ada yang tahu?*
Kata anzalnaa, oleh sementara ulama dibedakan dengan kata nazzalnaa, yang keduanya biasa diterjemahkan dengan kami telah turunkan. Yang pertama berarti menurunkan sedikit demi sedikit, sedangkan yang kedua berarti menurunkan sekaligus. Sebagian ulama mengatakan bahwa al Qur'an turun ke kalbu Nabi saw. sedikit demi sedikit selama 22 tahun lebih, dan turun ke Lauh al-Mahfuuzh atau ke langit dunia sekaligus secara sempurna.
Turunnya al Qur'an dipahami dalam arti ditampakkannya ayat-ayat tersebut ke pentas dunia, setelah tadinya -sebelum Nabi Muhammad saw. diangkat menjadi nabi- tidak tampak, dalam arti tidak diketahui oleh manusia. Ia turun, dalam arti berpindah dari kedudukan Yang Mahatinggi, kepada kedudukan manusia dengan segala peringkat mereka.
Ayat 100:
Ayat ini kembali mengecam orang-orang Yahudi dengan bentuk pertanyaan yang mengandung bukti-bukti yang dipaparkan oleh Allah.
"Apakah setiap kali mereka mengikat janji, segolongan mereka melemparkannya? Bahkan sebagian besar dari mereka tidak beriman."
Beberapa contoh pengingkaran yang telah dilakukan orang-orang Yahudi adalah:
- Mereka ingkar janji kepada Allah melalui Nabi Muusaa as. untuk tidak mempersekutukan Allah, namun mereka menyembah anak sapi; untuk tidak mengail di hari Sabtu, tetapi mereka membendung ikan dan mengambilnya di hari lain, dll.
- Pengingkaran janji kepada Nabi Muhammad saw., antara lain dalam peristiwa perang Khandaq.
Meskipun sebagian besar dari mereka tidak beriman untuk masa kini dan datang -dipahami dengan redaksi yu'minuun-, ada sebagian kecil yang masih diharapkan dapat beriman. Pengecualian ini membuka kesempatan kepada yang ingin sadar di antara mereka, sekaligus menggambarkan kenyataan orang-orang Yahudi sejak dahulu hingga kini.
Kata awa kullamaa, terdiri dari tiga kata, yaitu:
- Alif yang digunakan untuk bertanya, yang pada ayat ini digunakan untuk mengecam
- Wauw yang fungsinya masih diperdebatkan oleh para ulama. Ada yang memahaminya sekadar tambahan yang berfungsi sebagai penguat dan jika demikian ia tidak perlu diterjemahkan. Pemahaman ini yang digunakan Quraish Shihab. Ada juga yang memahaminya dalam arti kata penghubung ('athf) sedang kata yang dihubungkannya merupakan tersirat yakni mengkufuri. Tafsir al Jalaalain menggunakan pemahaman yang terakhir, sehingga terjemahan ayat ini menjadi: Apakah mereka kafir dan setiap kali mereka mengikat janji dst.
- Kullamaa yang berarti setiap kali.
Ayat 101:
Al Baqarah ayat 101 & 102 memaparkan dua keburukan dan kedurhakaan orang-orang Yahudi. Keburukan pertama adalah: "Dan setelah datang kepada mereka seorang Rasul dari sisi Allah, yakni Nabi Muhammad saw. dengan membawa kitab suci yang membenarkan kitab suci yang ada pada mereka, sekelompok orang-orang yang dianugerahi kitab suci itu, yakni orang-orang Yahudi yang dianugerahi Taurat, melemparkan kitab Allah ke belakang punggung mereka, yakni mengabaikannya sama sekali. Seolah-olah mereka tidak mengetahui bahwa yang dilemparkannya adalah kitab Allah padahal mereka sangat tahu."
Ayat ini mengecam sekelompok orang Yahudi yang menolak kitab suci yang disampaikan rasul.
Kalimat Kitab Allah yang dimaksud dalam ayat itu, ada yang memahaminya sebagai Al Qur'an ada pula yang memahaminya sebagai Taurat.
Ayat 102:
Ayat ini menjelaskan keburukan kedua, yaitu perlakuan buruk mereka terhadap rasul Allah, terutama Nabi Sulaimaan as. "Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaimaan (dan mereka mengatakan bahwa Sulaimaan itu melakukan sihir), padahal Sulaimaan tidak kafir, tetapi setan-setan itulah yang kafir. Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua malaikat di negeri Babil yaitu Haaruut & Maaruut, sedangkan keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan: 'Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir.' Maka, mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu mereka dapat menceraikan antara seorang dengan pasangannya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorang pun kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demikian, sesungguhnya mereka telah menyakini bahwa barang siapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui."
Ayat ini berkaitan dengan penjelasan Al Baqarah ayat 62 tentang dua kerajaan Banii Israa'iil setelah kematian Nabi Sulaimaan as. Klik disini. Terjadi persaingan antara kedua kerajaan tersebut. Musuh-musuh putra Sulaimaan menggunakan strategi penyebaran isu negatif & kebohongan tentang Nabi Sulaimaan as. Mereka mengatakan bahwa Sulaimaan telah kafir & menggunakan sihir untuk mendapatkan kekuasaan dsb. Akibatnya, nama baik Nabi Sulaimaan as & putranya tercemar, lalu diharapkan hal tersebut dapat menimbulkan antipati masyarakat. Kelompok penyebar isu inilah yang disebut dengan kata ganti "mereka" di awal surah, yang membaca kitab setan. Padahal setan itulah yang kafir & mengajarkan sihir kepada manusia.
Babil adalah salah satu kota yang paling populer di wilayah Timur sekitar 2000 SM. Kini, bekasnya dapat terlihat di sebelah timur kota Baghdad, Irak. *Apakah ini ada kaitannya dengan Babilonia?*
Haaruut & Maaruut memang mengajarkan sihir, tetapi mereka berbeda dengan setan maupun orang-orang Yahudi yang mengikuti setan. Sebelum mengajarkan sesuatu, Haaruut & Maaruut selalu mengatakan "Sesungguhnya kami hanyalah cobaan bagimu sebab itu jangalah kamu kafir." Cobaan itu bertujuan untuk membedakan mana yang taat & yang durhaka, serta untuk membuktikan bahwa sihir berbeda dengan mukjizat.
Ada yang berpendapat bahwa Haaruut Maaruut adalah malaikat dalam artian hamba-hamba Allah yang tercipta dari cahaya & hanya taat kepada-Nya. Ada juga yang berpendapat bahwa Haaruut & Maaruut adakah dua manusia yang saleh bagaikan malaikat.
Konon, setelah para malaikat melihat ulah manusia di bumi yang mengakibatkan kerusakan dan pertumpahan darah, mereka kembali mengecam "khalifah" itu & menduga bahwa malaikat lebih wajar menyandang tugas tersebut daripada Aadam & anak cucunya. Hal ini merupakan protes malaikat yang kedua.
Protes malaikat yang pertama adalah ketika Allah menyampaikan rencana-Nya menciptakan Aadam sebagai khalifah. Kemudian Allah membuktikan kekeliruan mereka melalui ujian lisan & teoretis. Untuk lebih tahu, baca tafsir Al Baqarah: 30-33. Klik disini.
Kemudian, untuk membuktikan kekeliruan protes yang kedua, Allah menguji mereka dalam bentuk praktik. Para malaikat dipersilakan memilih dua malaikat mewakili mereka untuk melaksanakan tugas kekhalifahan ke bumi. Terpilihlah Haaruut & Maaruut. Di bumi, keduanya menghadapi banyak godaan, sebagaimana halnya godaan terhadap manusia. Konon keduanya tergelincir oleh rayuan wanita. *Wow, sedahsyat itu ya, rayuan wanita?*
Ada juga yang berpendapat bahwa kisah Haaruut & Maaruut merupakan kisah simbolik.
Hmmmm, ada dua pelajaran yang bisa saya ambil dari kisah itu, yaitu:
Protes malaikat yang pertama adalah ketika Allah menyampaikan rencana-Nya menciptakan Aadam sebagai khalifah. Kemudian Allah membuktikan kekeliruan mereka melalui ujian lisan & teoretis. Untuk lebih tahu, baca tafsir Al Baqarah: 30-33. Klik disini.
Kemudian, untuk membuktikan kekeliruan protes yang kedua, Allah menguji mereka dalam bentuk praktik. Para malaikat dipersilakan memilih dua malaikat mewakili mereka untuk melaksanakan tugas kekhalifahan ke bumi. Terpilihlah Haaruut & Maaruut. Di bumi, keduanya menghadapi banyak godaan, sebagaimana halnya godaan terhadap manusia. Konon keduanya tergelincir oleh rayuan wanita. *Wow, sedahsyat itu ya, rayuan wanita?*
Ada juga yang berpendapat bahwa kisah Haaruut & Maaruut merupakan kisah simbolik.
Hmmmm, ada dua pelajaran yang bisa saya ambil dari kisah itu, yaitu:
- Ujian praktik itu levelnya di atas ujian lisan & teoretis. Kalau ada orang yang kebanyakan ngomong, coba suruh saja melakukan praktik.
- Kalau jadi makhluk, jangan sombong. Toh semuanya adalah ciptaan Allah.
Kata sihr/sihir berasal dari kata Arab sahar yaitu akhir waktu malam dan awal terbitnya fajar. Saat itu bercampur antara gelap dan terang sehingga segala sesuatu menjadi tidak jelas atau tidak sepenuhnya jelas. Demikian pula sihir.
Sihir tidak mendatangkan manfaat sedikit pun. Boleh jadi, ada keuntungan material atau kelezatan jasmani yang mereka peroleh di dunia melalui sihir, tapi itu tidak tergolong manfaat. Karena mereka telah menjual dirinya dengan sihir. Melalui sihir, setan memperdaya manusia.
Para ulama berbeda pendapat mengenai definisi & hukum mempelajari serta mengamalkan sihir.Ada yang mendefinisikan sebagai: Pengetahuan yang dengannya seseorang memiliki kemampuan kejiwaan yang dapat melahirkan hal-hal aneh dan sebab-sebab tersembunyi. Dengan kata lain, definisi ini masih membuka peluang bagi terjadinya hal-hal aneh dari seseorang yang taat kepada Tuhan.
Abuu Bakr Ibn al-Arabi (pakar tafsir & hukum Islam bermazhab Maalik, yang wafat 1148 M) berpendapat bahwa sihir adalah ucapan-ucapan yang mengandung pengagungan kepada selain Allah yang dipercaya oleh pengamalnya dapat menghasilkan sesuatu dengan kadar-kadarnya. Pendapat pengarang kitab tafsir Ahkaam al-Qur'aan itu tidak memberi peluang kepada seorang muslim bahkan umat beragama untuk membenarkan penggunaan sihir dengan tujuan apa pun.Ulama ini menilai sihir sebagai alat setan dalam memperdaya manusia.
Para ulama berbeda pendapat mengenai definisi & hukum mempelajari serta mengamalkan sihir.Ada yang mendefinisikan sebagai: Pengetahuan yang dengannya seseorang memiliki kemampuan kejiwaan yang dapat melahirkan hal-hal aneh dan sebab-sebab tersembunyi. Dengan kata lain, definisi ini masih membuka peluang bagi terjadinya hal-hal aneh dari seseorang yang taat kepada Tuhan.
Abuu Bakr Ibn al-Arabi (pakar tafsir & hukum Islam bermazhab Maalik, yang wafat 1148 M) berpendapat bahwa sihir adalah ucapan-ucapan yang mengandung pengagungan kepada selain Allah yang dipercaya oleh pengamalnya dapat menghasilkan sesuatu dengan kadar-kadarnya. Pendapat pengarang kitab tafsir Ahkaam al-Qur'aan itu tidak memberi peluang kepada seorang muslim bahkan umat beragama untuk membenarkan penggunaan sihir dengan tujuan apa pun.Ulama ini menilai sihir sebagai alat setan dalam memperdaya manusia.
Sedangkan Sayyid Quthub menulis bahwa hingga kini, masih terlihat adanya orang-orang yang memiliki ciri & kekhususan-kekhususan yang belum lagi diungkap hakikatnya oleh ilmu pengetahuan. Sebagian diantaranya telah diberi naman-nama tetapi belum diberi penjelasan tentang hakikat maupun cara-caranya. Sebagai contoh, telepati atau daya untuk menyampaikan sesuatu kepada orang lain yang jauh jaraknya atau menangkap apa yang ada di benak orang lain tanpa menggunakan alat yang dapat dilihat. Apakah telepati itu? Bagaimana ia dapat terjadi? Demikian juga hipnotisme atau keadaan yang menjadikan seseorang bagaikan tidur dan berada di bawah pengaruh orang yang melakukan hal tersebut kepadanya. Bagaimana mungkin satu kehendak dapat dipengaruhi oleh kehendak yang lain dan memengaruhinya? Ilmu memang telah memberinya nama, tetapi belum menjelaskan apa dan bagaimana ia. Masih banyak yang lain yang diragukan oleh ilmuwan, boleh jadi karena belum cukupnya data yang mengantar kepada pengakuannya, atau belum ditemukan cara untuk melakukan eksperimen terhadapnya. Misalnya, mimpi yang mengisyaratkan tentang peristiwa-peristiwa yang akan terjadi dan kemudian ternyata benar-benar terjadi. Merupakan satu keangkuhan bagi seseorang yang amat mudah menolak daya-daya yang belum dikenal dalam diri manusia itu, hanya dengan alasan bahwa pengetahuan manusia belum sampai pada menemukan cara untuk melakukan eksperimen terhadapnya. Namun, perlu dicatat bahwa hal ini bukan berarti memercayai semua dongeng dan kebohongan atau mengikuti setiap mitos. Lebih baik & lebih selamat bagi akal manusia dengan bersikap luwes terhadap hal-hal yang belum diketahuinya. Yaitu tidak menolak secara mutlak, tidak juga menerimanya secara mutlak sampai ia mampu; setelah meningkatnya cara & sarana yang dimilikinya, untuk mengungkap apa yang hingga kini masih gagal diungkapnya, atau dia mengakui batas-batas dirinya, serta memperhitungkan adanya sesuatu yang misterius baginya di alam raya ini.
Ayat 103:
Sesungguhnya, seandainya mereka beriman sesuai dengan apa yang diajarkan al-Qur'an serta percaya bahwa sesuatu dapat terjadi hanya atas izin Allah, dan bertakwa, yakni kepercayaan mereka itu membuahkan amal saleh, niscaya mereka mendapat ganjaran. Sesungguhnya, ganjaran yang besar dan mantap akan mereka peroleh dari sisi Allah, dan itu adalah lebih baik dari segala sesuatu, baik untuk kehidupan dunia maupun akhirat. Kalau mereka mengetahui betapa banyak ganjaran yang dapat mereka peroleh bila beriman dan bertakwa serta mengetahui betapa buruk dampak negatif sihir, niscaya mereka tidak melakukan keburukan-keburukan itu.
Jika dilihat keterkaitannya dari ayat 102, ayat ini menjelaskan dampak positif dari meninggalkan sihir. Sedangkan akhir ayat 102 menjelaskan tentang dampak negatif dari sihir.
***
NB: Kalau mau melihat tulisan sebelum ini, klik disini.
Kata yang dituliskan dengan huruf italic dan diapit tanda * merupakan opini pribadi saya
No comments:
Post a Comment