Setelah beberapa hari yang lalu saya kepentok dengan Basmalah, minggu ini saya kepentok dengan Tembang Lir-Ilir. *Jih, kepala saya pasti sudah benjol, karena terlalu sering kepentok. Hahaha* Akhir-akhir ini kemana pun saya melangkah, selalu diingatkan dengan tembang ciptaan salah satu sunan ini *kebanyakan mengganggap Sunan Kalijaga, ada juga yang mengatakan Sunan Bonang (guru dari Sunan Kalijaga), Sunan Ampel, maupun Sunan Giri*. Pada waktu itu, para sunan memang menggunakan kebudayaan sebagai salah satu alat syiar, termasuk Tembang Lir-Ilir ini.
Seperti apa sih, tembang Lir-Ilir?
Lir ilir, lir ilir tandure wus sumilir (Lir ilir, lir ilir tanamannya sudah mulai bersemi)
Kang ijo royo-royo, tak sengguh temanten anyar (yang hijau royo-royo, demikian menghijau bagaikan pengantin baru)
Cah angon – cah angon penekno blimbing kuwi (Anak-anak penggembala, panjatkan pohon blimbing itu )
Lunyu – lunyu penekno kanggo mbasuh dodotiro (Biar licin tetap panjatkan untuk mencuci pakaian-mu)
Dodotiro – dodotiro kumitir bedah ing pinggir (Pakaianmu itu tertiup-tiup angin dan sobek di pinggir pinggirnya)
Domono dlumatono, kanggo sebo mengko sore ((Jahitlah, benahilah untuk menghadap nanti sore)
Mumpung pandang rembulane, mumpung jembar kalangane (Selagi terang (sinar) bulan-nya, selagi luas kesempatannya)
Yo surako, surak hayo (Mari bersorak ayo!)
Kalau mau lihat videonya klik disini. Ada juga yang menyanyikannya dengan nada seperti shalawat (masih ingat lagunya Sulis & Hadad Alwi?). Tapi sedari kecil saya lebih akrab dengan versi seperti yang dinyanyikan Rich Band itu :)
Makna Lir-ilir
Lir ilir secara umum menceritakan perkembangan Islam di Tanah Jawa dan mengandung pesan bagi para penganutnya. Di lagu tersebut Islam konotasikan dengan tanaman berwarna hijau yang masih segar dan menarik banyak peminat. Meskipun berkembang dengan sangat pesat, para pengikutnya masih seperti pengantin baru, yang taraf pemahaman dan implementasinya masih tahap pemula.
Cah angon menggambarkan para pengembala, khalifah, atau pemimpin.Sedangkan belimbing diartikan sebagai rukun Islam yang berjumlah lima. Sebagian orang menafsirkan bahwa seruan ini ditujukan untuk para Raja Jawa untuk bersegera mengambil Islam sebagai dien mereka, kemudian mengimplementasikan kepada masyarakat.
Lunyu – lunyu penekno kanggo mbasuh dodotiro. Meskipun keputusan untuk ber-dien dengan Islam secara utuh itu berat pelaksanaannya, tapi mereka tidak boleh menyerah. Hal ini berguna untuk membersihkan aqidah dan menyucikan mereka dari segala dosa. Di lagu ini, agama/kepercayaan diibaratkan dengan dodot, pakaian Raja Jawa (masih ingat baju pengantin Dian Sastro & suami? Nah, itulah dodot).
Waktu itu saya bingung, belimbing kok bisa digunakan untuk mencuci baju. Eh ternyata air perasan belimbing memang sering digunakan orang-orang jaman dulu untuk mencuci baju. Hooo, suatu saat patut dicoba :D
Oh, nyambung lagi sama penyebaran Islam di Jawa. Apabila mereka telah menganut Islam, maka ada beberapa hal yang harus mereka luruskan yaitu aqidah. Baik aqidah diri sendiri maupun rakyat yang mereka pimpin. Hal ini dikarenakan kultur masyarakat masih dipengaruhi oleh Hindu, agama kebanyakan dari mereka sebelum memeluk Islam. Heu, tapi sampai jaman sekarang, pada umumnya masyarakat Jawa yang telah memeluk Islam masih saja tak bisa terlepas dari pengaruh Hindu. Tuh, masih banyak yang buat ritual aneh-aneh waktu Jumat Kliwon kan? ;))
Proses perbaikan aqidah itu disebutkan dalam lagu Lir-Ilir dengan domono dlumatono. Sebisa mungkin proses 'menjahit & membenahi' itu dilakukan dalam rangka persiapan kematian, supaya mereka selamat ketika menghadap Sang Pencipta (sebo mengko sore). Sore diartikan waktu menjelang akhir hayat.
Mumpung padang rembulane, mumpung jembar kalangane.Selagi masih ada kesempatan, umur, waktu, serta masih ada para ulama yang mendampingi beliau, yo surako, surak hayo dalam artian terus mengajak kepada kebenaran.
***
Sebagian orang memandang bahwa para Wali Songo tetap tak terlepas dari unsur animisme & dinamisme dalam menyebarkan agama Islam. Terlepas dari segala kontroversi yang meliputi Wali Songo, saya tetap menaruh respek pada setiap orang yang berani mengambil jalan untuk merantau dan menyebarkan ilmu pengetahuan.
Menurut saya, adalah hal yang mengasikkan jika bisa mempelajari sesuatu dengan cara yang menyenangkan termasuk dengan bernyanyi. Pernah, beberapa orang mengatakan bahwa di dalam Islam, tak dikenal nyanyian karena akan menyamai proses ibadah agama tertentu. Tapi kalau syairnya bisa mengingatkan kepada Allah apakah itu juga dilarang?
NB: Thanks to Sujiwo Tejo dalam Wayang Durangpo Episode 61 Tumpeng Tak Bernasi di Sumur Jalatunda yang telah memberi inspirasi untuk menulis tulisan kali ini. Hihi
No comments:
Post a Comment