Monday, March 7, 2011
Loro Blonyo: When Two Become One (Just A Thought)
Sudah beberapa waktu ini pikiran saya serasa kepentok dengan pembahasan antara wanita dan pernikahan. Siapa yang bertanggung jawab atas kejadian ini? Mari kita bahas:
1. Film Mona Lisa Smile
Film yang dibintangi oleh Julia Roberts, Julia Stiles, Kirsten Dunst, Maggie Gylenhall serta Ginnifer Goodwin ini menceritakan perjuangan seorang guru seni pada tahun 1950-an untuk mengubah pola pikir siswi-siswinya. Ada beberapa hal yang menarik dari film ini, a) film ini mengangkat kisah bahwa gambaran wanita yang sempurna adalah mereka yang telah menikah dan bersikap sangat 'berhati-hati' (mirip dengan wanita-wanita dari lulusan J*hn R*b*rt P*w*r. hehehehe...)
b) dalam kebudayaan feminim, prasangka dan penghakiman yang terlalu dini merupakan hal yang umum terjadi. c) terjadi penyebaran pola pikir pada jaman itu bahwa, cita-cita tertinggi wanita adalah menikah dan tidak bisa digabungkan dengan cita-cita yang lain d) perhatikan peran yang dimainkan oleh Ginnifer Goodwin dalam film ini, mirip dengan perannya di film "He's Just Not That Into You". Kedua peran tersebut selalu mengalami kesulitan untuk menjalin hubungan dengan lawan jenis, tapi pada akhirnya mendapatkan lelaki yang 'baik'.
2. Berita tentang Seputar Pernikahan
Beberapa hari yang lalu, saya membaca berita di Jawapos tentang seorang lelaki berusia pertengahan 20-an tahun mencuri sebuah laptop untuk melunasi hutang biaya pernikahannya. Lalu, beberapa bulan yang lalu saya mendengar rumor bahwa pernikahan seseorang yang saya kenal sedang kritis karena dia harus melunasi hutang pernikahannya. Sekali lagi saya tegaskan, berita terakhir itu berupa rumor, belum saya pastikan kebenarannya.
3. Ada salah satu kerabat saya yang mau menikah dan saya jadi sedikit berurusan dengan masalah seputar pernikahan. Hal ini membuat saya jadi tertarik untuk melihat majalah pernikahan yang ia bawa.
4. Beberapa Ibu-Ibu, yang notabene memiliki anak lelaki lajang, menanyakan status saya dan itu dilakukan berkali-kali -_____-" *Goodness, ada apa dengan Ibu-Ibu jaman sekarang?*
Pendapat saya mengenai kesemua hal itu adalah:
Pernikahan memang merupakan hal yang penting dalam kehidupan seseorang, karena dengan menikah, berarti status sosial kita bertambah dan itu akan menimbulkan peran & tanggung jawab yang juga bertambah. Di sisi lain, jika status sosial kita makin banyak, maka peluang terjadinya konflik akan semakin besar. *Goodness, saya baru ingat kalau kalimat terakhir pernah diajarkan oleh seorang dosen antropologi sewaktu kuliah!* Menariknya, banyak orang yang mempersiapkan hari pernikahan dengan sedetil mungkin, bahkan ada istilah Bridezilla untuk pengantin wanita yang menjadi super sensitif ketika hari H *untuk mengetahui gambarannya, coba baca majalah pernikahan*. Akan tetapi, berapa banyak dari mereka yang punya persiapan yang sama detilnya atau bahkan lebih detil ketika menghadapi hari setelah pesta pernikahan?
Saya pikir, sebaiknya pesta pernikahan tidak perlu terlalu mewah, sesuaikan saja dengan kemampuan finansial. Kalau hanya masalah gengsi lalu membuat kita terlilit hutang, itu namanya konyol!. Toh, para undangan itu tidak ikut memikirkan bagaimana kalian bisa survive secara finansial setelah pesta itu kan?
Menikah itu tidak cukup dengan pertimbangan, saya dan kamu telah berpacaran cukup lama lalu karena tidak enak dengan orang tua maka kita menikah. Menikah itu konsekuensinya berat karena yang terlibat bukan hanya dua individu, tetapi juga dua keluarga yang mungkin dengan kebudayaan yang berbeda.
Buat saya, pernikahan itu bukan cita-cita tertinggi lalu melupakan cita-cita yang lain. Pernikahan itu adalah suatu gerbang untuk menjadi individu yang berkembang dan juga gerbang untuk menciptakan kerjasama yang harmonis antara saya dan pasangan saya kelak untuk mewujudkan cita-cita bersama. Mungkin, tidak semua cita-cita saya dan ia ketika muda dapat terwujud dengan hanya mengedepankan egoisme, karena kami akan membuat cita-cita bersama dan butuh adanya kompromi untuk mewujudkan itu.
So, wake up girls! Menikah itu tidak semata-mata berisi hal-hal yang 'manis' tapi ia juga bisa berisi hal yang 'tidak manis' *saya menghindari kata 'pahit'*. Saya skeptis terhadap pernikahan? Oh tidak, hanya berusaha untuk bersikap realistis *cengar-cengir*
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Wow.. Tampak sudah siap sekali mempersiapkannya.. hehehe... :))
ReplyDelete