Kemarin siang, tiba-tiba saya teringat peristiwa sekitar setahun yang lalu ketika seorang kawan yang bercerita tentang prinsip hidupnya, yaitu seeing is believing.
Hmmm, seeing is believing. Beberapa orang memang cenderung untuk lebih percaya jika mereka melihat secara langsung. Tak ada yang salah dengan prinsip itu. Setiap orang memiliki hak untuk berpendapat sesuai dengan pengalaman mereka.
Tapi pengalaman mengajarkan saya, bahwa
seeing is believing tidak berlaku mutlak bagi saya. Tampaknya, experiencing is believing lebih sesuai *untuk saya*. Karena, ada beberapa hal dalam hidup ini yang tidak bisa dilihat secara kasat mata. Perasaan seseorang tidak selalu tercermin dalam tindakan. Dibutuhkan suatu kepekaan & ketajaman mata hati untuk membaca tindak tanduk manusia maupun hal lainnya. Terkadang, sulit untuk menjelaskan kepada orang lain mengenai fenomena post-material yang saya alami, karena mereka memang tidak mengalaminya.
***
'Hahaha... Come on Mutya, telalu naif untuk membuat semua orang percaya dengan hal yang tidak mereka alami'
'Ya, mungkin....'
'Mungkin?'
'.... Entahlah, terkadang saya pikir kenapa bersusah payah membuat semua orang faham dengan tindak tanduk kita? Toh, penilaian manusia itu setelah dipikir-pikir, bersifat fana. Mengapa bersibuk ria dengan penilaian manusia, kalo ternyata kita malah melupakan bagaimana penilaian Sang Pencipta terhadap diri kita sendiri'
'Hahaha.... Ah, sok tau kau! Sudahlah, urus saja bisnismu yang masih belum beres itu, baru mengurus hal lain.'
'Hahaha..... Tapi bagaimanapun juga, saya dibekali hati & akal untuk mencerna keadaan di sekitar saya. Ah, mari kita sudahi percakapan imajiner yang semakin ngaco ini :)'
Hmmm, seeing is believing. Beberapa orang memang cenderung untuk lebih percaya jika mereka melihat secara langsung. Tak ada yang salah dengan prinsip itu. Setiap orang memiliki hak untuk berpendapat sesuai dengan pengalaman mereka.
Tapi pengalaman mengajarkan saya, bahwa
seeing is believing tidak berlaku mutlak bagi saya. Tampaknya, experiencing is believing lebih sesuai *untuk saya*. Karena, ada beberapa hal dalam hidup ini yang tidak bisa dilihat secara kasat mata. Perasaan seseorang tidak selalu tercermin dalam tindakan. Dibutuhkan suatu kepekaan & ketajaman mata hati untuk membaca tindak tanduk manusia maupun hal lainnya. Terkadang, sulit untuk menjelaskan kepada orang lain mengenai fenomena post-material yang saya alami, karena mereka memang tidak mengalaminya.
***
'Hahaha... Come on Mutya, telalu naif untuk membuat semua orang percaya dengan hal yang tidak mereka alami'
'Ya, mungkin....'
'Mungkin?'
'.... Entahlah, terkadang saya pikir kenapa bersusah payah membuat semua orang faham dengan tindak tanduk kita? Toh, penilaian manusia itu setelah dipikir-pikir, bersifat fana. Mengapa bersibuk ria dengan penilaian manusia, kalo ternyata kita malah melupakan bagaimana penilaian Sang Pencipta terhadap diri kita sendiri'
'Hahaha.... Ah, sok tau kau! Sudahlah, urus saja bisnismu yang masih belum beres itu, baru mengurus hal lain.'
'Hahaha..... Tapi bagaimanapun juga, saya dibekali hati & akal untuk mencerna keadaan di sekitar saya. Ah, mari kita sudahi percakapan imajiner yang semakin ngaco ini :)'
No comments:
Post a Comment