Batik, jika diamati, bukan hanya selembar kain biasa. Ia telah menyimpan coretan sejarah serta makna dalam goresan yang tertera di atasnya. Setiap peristiwa, peralihan kekuasaan serta perubahan politik, sosial & agama pun tak luput menjadi faktor yang mempengaruhi perkembangan batik. Secara umum, terdapat tiga periode sejarah batik Pekalongan.
Sejarah mencatatkan bahwa batik telah berkembang di Pekalongan pada abad VII-XI Masehi, di bawah kekuasaan Wangsa Syailendra & Sanjaya (Kerajaan Mataram Kuno, Airlangga & Singosari). Kedua Wangsa tersebut beragama Hindu-Budha beraliran Syiwa Tantra & Animisme, maka tak heran ragam hias batik pada masa itu dipengaruhi oleh seni arca, seni ukir & seni percandian yang berkembang di Jawa Tengah & Jawa Timur. Ini merupakan periode pertama.
Pada periode pertama, contoh motif yang dihasilkan adalah tumpal, ukel, garis lingkaran, ceplokan, padma sabha, gringsing, garis gelombang yang dikenal sebagai motif pilin, meander, swastika, dsb. Bahan pewarna batik Pekalongan Kuno berasal dari alam dengan warna dasar yang didominasi putih & biru kecuali pada batik Jelamprang yang berwarna cerah. Batik pada awal masa ini diproduksi dengan sistem celup ikat kemudian mengalami kemajuan menggunakan teknik lukis atau colet. Fungsi batik lebih kepada alat penunjang peribadatan, medium kosmis, yang menghubungkan antara dua dunia. Dengan ini, batik memperkuat konsep Manunggaling Kawula Gusti