Sekelumit Pikiran dari Mutya
Nullius in verba. Nihil in verbis. Sapere aude
Thursday, February 27, 2020
Kebahagiaan Semua Makhluk
Ketika mendaraskan sabbe satta bhavantu sukhitatta sore ini, tetiba terpikir, kalau mendoakan kebahagian semua makhluk apakah di satu titik, akan ada konflik kepentingan? Karena bisa jadi, hal yang membuat saya bahagia, berbeda dengan manusia ataupun makhluk lainnya. Bisa juga kebahagiaan saya membuat sengsara makhluk lainnya. Apakah kebahagiaan semua makhluk adalah hal yang utopis?
Monday, June 17, 2019
Trend Relijiusitas
Kalau menilik trend yang sedang berkembang di kalangan teman-teman kami, ekspresi relijiusitas sedang naik. Termasuk membeli boneka yang dapat melantunkan ayat suci. Melihat trend tersebut, saya bertanya pada suami, "Perlukah membeli boneka yang berisi lantunan quran untuk anak kami?"
Saya memiliki kekhawatiran kalau saya membelikannya boneka tersebut, saya seperti sedang menanamkan dogma. Bertanya lagi apakah urgensi membuat anak menjadi hafidz atau hafizah. Yang katanya bisa memberikan mahkota pada ortu..... Apakah ini bentuk keegoisan kami? Karena ‘meminta’ mahkota tersebut? Sementara sudah beberapa tahun ini saya absen mendaraskan Al Qur'an. Saya lebih nyaman ketika membedah triliteral roots dari bahasa Qur'an.
Sunday, August 5, 2018
Anak Penurut
Sedari hamil Baby S, seingat saya, tak pernah mendoakannya menjadi anak penurut. Saya hanya berdoa supaya ia condong pada kebenaran. Bagi saya, menjadi anak penurut memiliki downside tertentu. Bisa jadi ia tak bertindak sesuai kata hatinya atau yang lebih buruk, mengikuti nasihat atau petunjuk yang salah. Tak tertutup kemungkinan kan, jika kami sebagai orang tuanya ternyata tak memiliki pengetahuan dan pengalaman yang memadai, lalu malah bisa membuat saran yang sesat kepada Baby S? Maka dari itu, kembali lagi, saya hanya berdoa agar Baby S pun kami sebagai orang tuanya, dicondongkan kepada kebenaran.
Thursday, March 16, 2017
Jim Nun Nun
Jim nun nun (ج ن ن), merupakan Arabic triliteral roots yang disebut sebanyak 201 kali dalam Al Qur'an. Ia muncul dalam bentuk جَنَّ, أَجِنَّة, جِنّ, جِنَّة, جُنَّة, جَنَّة, جَآنّ, مَجْنُون. Dalam tulisan kali ini, saya akan membahas tentang janin (أَجِنَّة) dan jinn (جِنّ) yang terkait dengan pengalaman pribadi.
Pada saat tulisan ini dibuat, saya sedang hamil 28 minggu. Sejauh sensasi yang pernah saya rasakan, sebenarnya ada kemiripan saat sedang mengandung janin dan kesurupan jin, yaitu:
- Adanya consciousness lain yang bersifat parasitik dalam tubuh. Mungkin kamu akan tertarik dengan paper-paper Dr. Michael Persinger terkait parasitic consciousness. (OOT, Dr Michael Persinger adalah salah satu peneliti favorit saya karena topik penelitiannya di bidang syaraf kadang membantu saya menerjemahkan kepada orang lain yang menyatakan bahwa fenomena yang saya alami itu tidak "ilmiah"). Dikategorikan sebagai parasitik, karena janin menyerap zat makanan dari tubuh.
- Baik janin maupun jinn mempengaruhi sistem pernafasan. Kecenderungannya, nafas menjadi lebih pendek.
- Membuat tubuh terasa lebih lemah dan lesu.
- Emosi menjadi lebih tidak stabil. Ini yang kadang membuat saya mempertanyakan, apakah jinn juga mempengaruhi hormon? Perlu penelitian lebih lanjut.
Selama ini, kebanyakan manusia di sekitar saya mengatakan bahwa diikuti oleh jinn adalah hal yang salah. Lalu, setelah merasakan kesamaan sensasi hamil dan diikuti jinn, saya jadi mempertanyakan, apakah hamil itu juga salah? Seperti, terkadang kita tak dapat berpikir dengan jernih saat hamil pun saat kerasukan jinn.
Mereka juga berkata, "Ini harus diruqyah!". Dude, you know what? It was really painful experience. Ruqyah dengan ayat-ayat tertentu itu rasanya sangat sakit. Sakit yang saya rasakan bukan hanya fisik, tapi juga secara mempengaruhi pikiran. Kalau membaca ayat yang tak saya ketahui maknanya, itu menyakitkan. Membaca ayat tanpa memahami maknanya seolah terasa membaca jampi-jampi. Maka dari itu, saya berusaha melakukan eksperimen terhadap tubuh saya agar tidak terganggu oleh frekuensi yang dihasilkan jinn. Oh yes Dear, ada frekuensi khusus yang bisa membuat orang merasa terhantui, 18.98 Hz, yang ditemukan oleh Vic Tandy. Would be very lovely to test it to the ones that doesn't believe the phenomenon, right?
Lalu, bagaimana cara saya mengatasi frekuensi tersebut?
- Menginduksi tubuh dengan frekuensi yang lain, seperti https://www.youtube.com/watch?v=M9IdZEPrMV4&feature=youtu.be .
- Berolahraga secara teratur dengan intensitas yang tepat. Jangan terlalu mudah, jangan terlalu memberatkan. Kebanyakan teman-teman saya yang mudah kerasukan jinn itu malas berolahraga dan kebanyakan mengikuti 'aql. Please differentiate between 'aql and fikr. Cek disini dan disini.
- Melakukan meditasi yang bertipe full consciousness (saya pakai metode makan, menggambar, berjalan, maupun bernafas dengan kesadaran penuh). Tips utamanya, jangan menghakimi apapun sensasi yang dirasakan.
- Banyak berlatih matematika, kalau bisa, jangan sekadar aritmatika. Entah kenapa cara ini berhasil.
- Mencari makna per kata dari ayat Al Qur'an yang dibaca. Saya sering menggunakan corpus qur'an maupun Lane's Lexicon. Kadang saya menuangkannya dalam bentuk excel dan menerjemahkannya dalam bentuk presentase. Ada keinginan untuk membuatnya dalam notasi matematika dan mind mapping, tapi ini butuh banyak belajar lagi dan setelah itu perlu dilakukan uji falsifikasi.
- Membuat target hidup per hari yang lebih visible.
- Menyadari keterbatasan ruang kontrol yang kita miliki. Lebih baik memperbanyak skill.
- Mengerjakan sesuatu yang bisa kita laksanakan dalam waktu dekat. Misalnya, ketika membaca paper atau resep tertentu, biasanya saya langsung mengujicobanya.
Friday, March 10, 2017
Honeywhat?
I don't understand the necessity of honeymoon. From the first day we married, me and Mas don't have an urge to go for honeymoon. One of the reasons is we suspect that it's just a part to promote hotels and other holiday destinations. Being ecstatic can be done not in a particular place, but being able to be near significant one. Meh, I talk corny, apparently.
Friday, September 23, 2016
Al Kaafirun & Bias Perspektif
Say, "O disbelievers,
I do not worship what you worship.
Nor are you worshippers of what I worship.
Nor will I be a worshipper of what you worship.
Nor will you be worshippers of what I worship.
For you is your religion, and for me is my religion."
Selepas shalat isya' beberapa hari lalu, saya tiba-tiba tergugah untuk membaca ulang terjemahan Q.S. Al Kaafirun. Ada makna implisit dalam surah tersebut yang baru saya dapatkan malam itu, yaitu tentang bias perspektif. Apa yang seseorang pahami tentang sebuah teori, bisa saja sangat jauh dengan kondisi di lapangan. Itu yang membentuk bias. Memaksakan pendapat akan menimbulkan peperangan yang terkadang tak perlu. Wallahu a'lam.
Thursday, August 4, 2016
Salam Ahimsa
Several weeks ago, I "accidentaly" read an article of 'Om Lokah Samastah Sukhino Bhavantu'. That mantra used to pray for all sentient beings to be happy or in a peaceful state. Furthermore, it carries the spirit of ahimsa or no violence. The ahimsa concept reminds me of 'sin lam miim' Arabic triliteral roots in Qur'an.
For the first time I chanted it, then followed by mindful eating, it made me cried. I wasn't crying because of sad, but more likely being grateful. I was suddenly became aware to the food processing. How those rice grains planted by farmers or how does the farmers took care of their cattles then its meat delivered to my plate. And so on and on and on..... If I could describe that situation into one word, it will be PEACEFUL. I rarely have peaceful state of mind. So yeah, that was wonderful.
For the first time I chanted it, then followed by mindful eating, it made me cried. I wasn't crying because of sad, but more likely being grateful. I was suddenly became aware to the food processing. How those rice grains planted by farmers or how does the farmers took care of their cattles then its meat delivered to my plate. And so on and on and on..... If I could describe that situation into one word, it will be PEACEFUL. I rarely have peaceful state of mind. So yeah, that was wonderful.
Thursday, June 16, 2016
What is Normal?
Credit to: Warner Bros
Have you seen "The Accountant" trailer? One thing for sure, there's a catch phrase that I like, "Define normal."
For years, I've been battling my surrounding about what is normal. Most of my raport book from childhood to teenager been filled with "Lack of social skills and tend to be a loner" comments from various teachers. Extended family me for being "abnormal". "Normal" people, according to them, should be socialized and have a lot of friends.
Little did they know, I don't have interest in making communications with a bunch of people. Especially the ones that demand affection. Showing affection towards other could be burdensome for me. I believe, the more communication, the more potential problems. Well, maybe I should correct that words. Communication is fine if its only on objective matter, such as biology; arts; neuroscience; etc. It is consider NOT fine when they demanding emotional attachment. Frankly speaking, I don't even have affection towards family. Sometimes, it is haunted me whether is it normal or not. It made me feel guilty, thus exhausting.
Sunday, May 8, 2016
Normal & Abnormal
"Everybody is normal and abnormal at the same time because they follow their own norms & break others norms" - Me, on phone talking with Max
Sunday, April 10, 2016
Akar Kata Qaf Lam Ba Pada Surah Ali Imran (part 2)
In the name of Allah, Most Gracious, Most Merciful.
Berawal dari pertanyaan Ibu, mengapa sekarang saya jarang "mengaji", mengawali proses saya untuk mengenali lebih dalam Al Qur'an. Untuk Mutya 10 tahun lalu, kedamaian bisa tercapai salah satunya dengan "mengaji" atau lebih tepatnya mengucapkan bacaan Al Qur'an. Namun, perlahan mulai muncul kegelisahan karena sadar, saya tak mengerti apa yang saya baca. Memang, sudah tersedia Al Qur'an yang tertera terjemahannya di pasaran, but it's something that I can't figure it out. I felt disconnected because it seems so "high".
Saya pikir, jika Al Qur'an adalah sebuah panduan hidup, maka saya butuh untuk mengerti bagaimana cara mengamalkannya daripada hanya sekedar reciting. Saya paham bahwa setiap manusia memiliki bias persepsinya masing-masing, pun tak lepas dari para penerjemah. Bisa jadi, ada konten emosional dari suatu kata berdasarkan pengalaman hidup pembaca kata tersebut. Oleh karena itu, saya membutuhkan suatu metode yang (diharapkan) bisa mereduksi bias tersebut, yaitu dengan pendekatan kuantitatif.
Sunday, February 28, 2016
Eksperimen: Teknik Pernafasan Wim Hof & Solfeggio Tone
Sudah beberapa saat ini saya melakukan eksperimen independen terkait dengan teknik pernafasan dan terapi frekuensi suara. Tujuannya untuk menguji apakah teknik pernafasan dan frekuensi suara tersebut bermanfaat bagi fisik dan mental saya. Pada hari ini saya menggabungkan teknik pernafasan Wim Hof dengan solfeggio tones. Sebelumnya, saya sudah pernah melakukan teknik Wim Hof maupun solfeggio secara terpisah.
Di percobaan pertama, teknik Wim Hof membuat kepala saya pusing. Sementara frekuensi 396 Hz, pada dua menit pertama membuat dada terasa tertekan, namun menit berikutnya memberikan rasa nyaman hingga mengantuk. Rasa nyaman tersebut tetap ada pada percobaan-percobaan berikutnya. Frekuensi 417 Hz pada percobaan terpisah memberikan rasa sakit di kepala saya.
Pada percobaan gabungan antara teknik Wim Hof serta 396 Hz & 417 Hz, efek yang dirasakan berbeda dengan efek percobaan terpisah sebelumnya. Penggabungan teknik Wim Hof & 396 Hz memunculkan tremor pada tangan kanan, terutama saat berkonsentrasi di tulang ekor. Yes, 396 Hz kerap dikaitkan dengan root chakra. Lalu penggabungan teknik Wim Hof & 417 Hz memberikan rasa nyaman dan hangat di perut, terutama sekitar pusar. 417 Hz kerap diasosiasikan dengan sacral chakra. Nyaris tak ada tremor. Sebelum ini, saya sudah pernah mempraktekkan meditasi sacral chakra, tapi selalu memberikan rasa tak nyaman. It's quite interesting to know the reaction could be differ when I combine those two things.
Friday, December 4, 2015
Charlie-ism
Good day, people! Let me introduce you to the one who filled up my days & nights, recently, with his soothing voice & great musicality, the one and only Charlie Lim. Nay, not in real life. But I do wish my boyfriend (Hai, Mas!) will serenade me sometimes. Unfortunately, he cannot play guitar, yet. Enough for the blabbering.
So, Charlie Lim! I know his music from indielokal channel on Youtube. Oh God, I think my ears falling in love at the first heard. Here I enlisted his top 5 songs, sequentially from number 1 to 5.
I do wish someday, I could go to his concert. That would be awesome. Oh BTW, Charlie outlook reminds me a lot to one of my cousins.
Friday, October 30, 2015
Bias Perspektif
Hari ini Mas nge-tag gambar perspektif tadi di akun FB-ku. Untuk mengurangi peluang konflik dengan orang-orang (teman-teman Mas) yang belum aku kenali sudut pandang; kepentingan; pengalaman; dan bias yang mungkin kami bawa masing-masing, maka aku putuskan untuk memberi komentar via blog.
Penjelasan Mas untuk gambar di atas:
Perspective bias of roots. Only if you understand deeply the quantity of scalars, vectors, and tensor, you may find the roots between expression varians. Similar roots, different expression, different perspectives. We are human, we are too smart to accept singular dogmatic perspectives 😀#damnedsapiens
Ada yang menarik dari gambar-gambar di atas. Gambar ujung kanan atas mirip bintang David. Gambar ujung kiri bawah mirip swastika. Sedangkan gambar kubus mengingatkanku pada ka'bah. Seolah hal yang nampak berbeda, sebenarnya mereka adalah satu. Fascinating.
Tuesday, October 27, 2015
Akar Kata "Qaf Lam Ba" pada Surah Ali Imran (part 1)
Sudah hampir 2 bulan ini, topik diskusi saya & Mas berkisar tentang akal; fikir; dan qalb. Berhubung saya masih awam dengan topik diskusinya, maka saya memutuskan untuk mencari referensi di corpus quran dengan metode melihat akar kata; sintaks; frekuensi penyebutan akar kata tsb serta keterkaitannya dengan akar kata lain dalam bentuk angka. Dulu saya sudah beberapa kali menggunakan metode ini minus hitungan matematika sederhananya untuk akar kata "hamzah qaf raa", "sin lam miim", "kHo lam shad".
Akar kata yang saya cari kali ini adalah ق ل ب yang disebut sebanyak 168 x dalam Qur'an. Di dalam surah Ali Imraan, ia disebutkan sebanyak 15 x, yang tersebar di 14 ayat ( ayat 7; 8; 103; 126; 127; 144; 149; 151; 154; 156; 159; 167; 174; 196). Jadi, pembahasan ق ل ب pada surah Ali Imraan hanya mencakup 8.9% dari total penyebutan ق ل ب pada Qur'an.
Saya pakai dua metode untuk melihat keterkaitan ق ل ب dengan akar kata yang lain di surah Ali Imraan ini. Metode pertama, menghitung frekuensi *eh, bener nggak istilahnya?* ق ل ب bersinggungan dengan akar kata lain. Kata yang saya perhatikan adalah verb, noun, adjective dan adverb, kecuali kata Allah. Untuk kata conjunction & preposition saya abaikan. Maka, top 5 akar kata yang paling sering bersinggungan dengan ق ل ب adalah ق و ل n(9/1722); ق ت ل N(6/170); ع ل م n(6/854)"; ك ف ر n(5/525); أ م ن n(5/879). Keterangan: angka awal di dalam kurung menunjukkan frekuensi singgungan antara ق ل ب dengan akar kata di depan tanda kurung di surah Ali Imraan, sedangkan angka akhir dalam kurung menunjukkan frekuensi total penyebutan akar kata di depan tanda kurung di Qur'an.
ق ل ب berarti to turn, return, repentance and grief, turn a thing upside down, change, change direction, turn it about to it's face and back, turn inside out, change condition. qalb = heart. mutaqallabun - time or place where any one is busily employed. munqalabin - place or time of turmoil, reverse, turn, the end. munqalibun - one who returns. *Yeah, saya malas translate ke Bahasa Indonesia karena nanti akan memperbesar peluang bias tafsir menjadi 3 tingkat dari Arab ke Inggris ke Indonesia*.
Friday, August 7, 2015
Between Hovhaness & Harrison
I've started to listen to Alan Hovhaness' and Lou Harrison's musics in the end of May or early June this year. There are two songs that attract me, which are "Main Bersama-sama" by Lou Harrison and the first part of "Harp Concerto: Concerto for Harp and String Orchestra op. 267" by Alan Hovhaness. Let's start to listen to both of them, shall we?
Is it true that both songs has similar note or is it just my ears that play me up? It's just that they played it in different tempo and musical instrument that makes them sounds different. I feel conflicted since AFAIK, gamelan is pentatonic instrument. CMIIW, Hovhaness and Harrison worked in the same era and have collaborated in making a composition. Could somebody else that have been formally studying music confirm this matter? I will be much appreciate your answers :)
Subscribe to:
Posts (Atom)