Friday, February 24, 2012

Memaknai Bahasa



Bahasa merupakan tools yang digunakan manusia untuk berkomunikasi dengan manusia yang lain. Ia dapat menjadi alat propaganda/alat penyebar ide, alat pengendali kesadaran maupun alam bawah sadar (hipnotis), maupun sebagai alat identitas. Cara paling mudah untuk mengetahui dengan siapa kita berhadapan adalah dengan membaca tulisannya dan mengamati tema besar dari pemikirannya. Lalu cross check dengan kenyataan di lapangan.

Wanita pada umumnya menggunakan bahasa tersembunyi yang terkadang bisa disalahartikan oleh lawan bicaranya.

Dampak kesalahan penafsiran bahasa bisa beragam, mulai dari kebingungan; kehilangan pekerjaan; kehilangan transaksi/uang; hingga kehilangan nyawa.  Maka, berhati-hatilah ketika berbahasa :)

Tuesday, February 7, 2012

Show Me The Right Way

Sebarapa sering kamu merasa seperti layangan putus yang tak tentu arah? Mungkin, salah satu solusinya adalah memanjatkan & memahami makna dari Ihdinashshiraathal mustaqiim.  Lalu, apa makna dari QS Al Faatihah ayat 6 ini?

Kata ihdinaa bermakna dua yaitu:
1. Tampil ke depan memberi petunjuk
2. Menyampaikan dengan lemah lembut

Petunjuk Allah bermacam-macam sesuai dengan peranan yang diharapkan makhluk. Terdapat tiga tingkat petunjuk, yaitu:

1. Naluri, yang terbatas pada penciptaan dorongan untuk mencari hal-hal yang dibutuhkan.
2. Pancaindra
3. Akal.

Meskipun petunjuk akal sangat penting dan berharga, ia hanya berfungsi dalam batas-batas tertentu dan tidak mampu menuntun manusia keluar dari jangkauan alam fisika. Bidang operasinya adalah bidang alam nyata dan dalam bidang ini pun tidak jarang manusia terpedaya oleh kesimpulan-kesimpulan akal sehingga akal tidak merupakan jaminan menyangkut seluruh kebenaran yang didambakan.

"Logika adalah suatu ilmu yang dirumuskan oleh Aristoteles yang bertujuan memelihara perumusnya, apalagi orang lain, dari kesalahan-kesalahan.", Syaikh 'Abdul Haalim Mahmud.

Karena itu, manusia memerlukan petunjuk yang melebihi petunjuk akal, sekaligus meluruskan kekeliruannya dalam bidang-bidang tertentu. Petunjuk tersebut adalah hidayah agama.

Sementara ulama membagi petunjuk agama menjadi dua, yaitu:
1. Petunjuk menuju kebahagiaan duniawi dan ukhrawi. Baca Asy Syuuraa ayat 52 & Fushshilat ayat 17.
2. Petunjuk serta kemampuan untuk melaksanakan isi petunjuk. Ini tidak dapat dilakukan kecuali oleh Allah swt. Baca Al Qashash ayat 56

Thaahir Ibn 'Aasyuur membagi hidayah dalam empat tingkatan, yaitu:
1. Al quwaa al muharrikah wa al mudrikah atau potensi penggerak dan tahu. Potensi ini hanya terbatas pada manusia yang memerolehnya melalui pengetahuan yang bersifat indriawi.
2. Petunjuk yang berkaitan dengan dalil-dalil yang dapat membedakan antara yang haq dan batil. Petunjuk ini adalah hidayah pengetahuan teoretis.
3. Hidayah yang tidak dapat dijangkau oleh analisis dan aneka argumentasi akliah atau yang bila diusahakan akan sangat memberatkan manusia. Hidayah ini dianugerahkan Allah swt. dengan mengutus para rasul-Nya serta menurunkan kitab-kitab-Nya dan inilah yang diisyaratkan oleh QS. al Anbiyaa' ayat 73
4. Hidayah yang mengentarkan manusia kepada tersingkapnya hakikat-hakikat yang tertinggi serta
aneka rahasia yang membingungkan para pakar dan cendekiawan. Ini diperoleh melalui wahyu atau ilham yang shahih atau limpahan kecerahan (tajalliyaat) yang tercurah dari Allah swt. Baca QS al An'aam ayat 90.

Kata hidayah biasa dirangkaikan dengan huruf ilaa/menuju/kepada dan bisa juga tidak dirangkaikan dengannya. Sementara ulama berpendapat bahwa, bila ia disertai dengan kata ilaa, mengandung makna bahwa yang diberi petunjuk belum berada dalam jalan yang benar. Sedangkan bila tidak menggunakan kata ilaa, mengisyaratkan bahwa yang diberi petunjuk telah berada dalam jalan yang benar --kendati belum sampai pada tujuan-- dan karena itu ia masih diberi petunjuk yang lebih jelas guna menjamin sampainya ke tujuan.

Ada juga yang berpendapat bahwa kata hidayah yang menggunakan kata ilaa, hanya mengandung makna pemberitahuan.Bila ia tidak diiringi dengan kata ilaa, maka pelakunya tidak hanya diberi tahu tentang jalan yang seharusnya dia tempuh sekaligus mengantarnya menuju jalan tersebut.

Kata ash shiraat terambil dari kata saratha.Asal katanya bermakna menelan. Jalan yang lebar dinamai siraath karena sedemikian lebarnya sehingga ia bagaikan menelan si pejalan. Kata shiraath ditemukan dalam al Qur'an sebanyak 45 kali. Kesemuanya dalam bentuk tunggal. 32 diantaranya dirangkaikan dengan kata mustaqiim.

Kata ash shiraat berbeda dengan kata sabiil yang juga sering kali diterjemahkan dengan kata jalan. Shiraath hanya ada satu dan selalu bersifat benar dan haq. Sedangkan sabiil bisa benar bisa salah, bisa merupakan jalan orang yang bertakwa, bisa juga jalan orang-orang durhaka. Kepada ash shiraath bermuara semua sabiil yang baik.

Kalimat ash shiraathal mustaqiim dalam Al Faatihah merupakan jalan luas, lebar dan terdekat menuju tujuan. Jalan luas lagi lurus itu adalah segala jalan yang dapat mengantar kepada kebahagiaan dunia dan akhirat; termasuk harta yang halal, ilmu pengetahuan, kesehatan, tuntunan dan anjuran agama.

Al Qur'an juga menegaskan bahwa ash shiraath al mustaqiim adalah ibadah. Ibadah yang dimaksud adalah ibadah dalam pengertian luas yang mencakup segala kegiatan manusia, pasif maupun aktif, selama kegiatan tersebut dimaksudkan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mengharap ridha-Nya. Contoh konkret ash shiraath al mustaqiim adalah jalan yang ditelusuri dan gaya hidup yang diamalkan oleh para nabi; para shiddiiqiin (orang yang selalu benar dan jujur); para syuhada; dan orang-orang saleh.

Permohonan agar diberi hidayah oleh Allah sebaiknya senantiasa dipanjatkan, karena yang tersisa di sisi Allah jauh lebih banyak dan Dia menjanjikan bahwa: "Dan Allah akan menambah petunjuk untuk orang-orang yang telah mendapat petunjuk."

-Disarikan dari Tafsir Al Mishbah Quraish Shihab-

Thursday, February 2, 2012

Resensi Buku: "Kebudayaan Jawa: Ragam Kehidupan Kraton dan Masyarakat di Jawa 1222-1998"





Kraton, Raja & Posisinya di Masyarakat

Bagi masyarakat Jawa, Kraton merupakan institusi yang berpengaruh bagi kehidupan kebudayaan mereka baik secara langsung maupun tidak langsung. Kraton, menurut Kustiniyati Mochtar, adalah sebuah istana yang mengandung arti keagamaan, falsafah, dan kebudayaan. Melalui bukunya yang berjudul "Kebudayaan Jawa: Ragam Kehidupan Kraton dan Masyarakat di Jawa 1222-1998", Ageng Pangestu Rama berupaya mengupas tentang kehidupan Kraton, petingginya dan bagaimana posisi Kraton dalam kehidupan masyarakat Jawa.

Peranan pemimpin Kraton alias Raja bagi masyarakat Jawa memiliki tempat yang khusus. Raja dinilai sebagai manusia yang memiliki karisma dan kekuatan luar biasa yang dikenal dengan konsep dewa-raja (inkarnasi dewa) pada masa Hindu atau khalifatullah pada masa setelah kedatangan Islam.

Raja dipandang memiliki tiga macam wahyu, yang menjelaskan keadaan di atas yaitu wahyu nubuwah; wahyu hukumah;dan wahyu wilayah.Wahyu nubuwah adalah wahyu yang mendudukkan raja sebagai wakil Tuhan. Wahyu hukumah adalah Raja sebagai sumber hukum dan keputusannya sianggap mutlak karena dianggap sebagai kehendak Tuhan. Wahyu wilayah adalah Raja dianggap sebagai penerang dan pelindung rakyat.

Proses pencitraan Raja sebagai seseorang yang perkasa, dilakukan dengan sangat baik. Baik melalui karya sastra gubahan para pujangga; makna simbolik dari berbagai bangunan maupun upacara; serta peng-keramat-an berbagai hal di sekitar para bangsawan tersebut. Jika menilik dari kebiasaan penamaan benda-benda Kraton mulai dari senjata hingga barang 'remeh temeh' seperti perkakas dapur, dapat diambil kesimpulan bahwa barang-barang tersebut dianggap bernilai tinggi. Hal ini berbeda dengan perlakuan pencatat sejarah terhadap masyarakat. Nyaris tak pernah dicatatkan nama 'rakyat biasa', kecuali mereka mempunyai kesaktian atau memiliki hubungan dengan anggota kerajaan.

Pencitraan tersebut merupakan suatu hal yang wajar, mengingat ada sebagian manusia yang memiliki kebutuhan akan kekuasaan lebih tinggi dibandingkan manusia yang lain. Jika ditilik dari pola suksesi, cara memperoleh pendapatan, maupun peluang terhadap outsiders untuk masuk ke dalam lingkaran mereka, Kerajaan memiliki kemiripan dengan perusahaan keluarga.